Rabu, 30 Mei 2012

ASKEP ARDS


BAB I
PENDAHULUAN

1.1   Latar belakang
Kasus avian influenza (flu burung) pada manusia telah terjadi di Indonesia. Untuk itu, masalah ini sepatutnya menjadi perhatian, terutama karena komplikasi yang ditimbulkannya dan ancaman pandemi influenza. Flu burung disebabkan oleh virus influenza A H5N1. Penularannya dari unggas ke manusia. Belum ada bukti ilmiah penularan antar manusia di masyarakat. Virus ini dapat memicu respon imun yang tidak cukup sehingga menyebabkan gejala respirasi berat dan kegagalan multisistem. Gejala penyakit ini amat bervariasi, mulai dari seperti flu dan dapat memburuk dengan cepat menjadi ARDS yang dapat menyebabkan kematian.
ARDS (juga disebut syok paru) merupakan akibat kerusakan /cedera paru dimana sebelumnya paru seaht. Sindrom ini mempengaruhi kurang lebih 150.000 sampai 200.000 pasien setiap tahun, dengan laju mortalitas untuk semua pasien yang mengalami ARDS. Faktor lain termasuk trauma mayor,KID, tranfusi darah, aspirasi, tenggelam, inhalasi asap atau kimia, gangguan matabolik toksik, pancreatitis, eklampsia, dan kelebihan dosis obat. Perawatan akut secara khusus menangani perawatan klinis dengan intubasi dan ventilasi mekanik.

1.2   Rumusan Masalah
1.2.1        Apa pengertian dari ARDS ?
1.2.2        Apa Etiologi ARDS ?
1.2.3        Bagaimana Manifestasi Klinis ARDS ?
1.2.4        Bagaimana Patofisiologi ARDS ?
1.2.5        Bagaimana Komplikasi ARDS ?
1.2.6        Bagaimana Pemeriksaan ARDS ?
1.2.7        Bagaimana Penatalaksanaan Medis ARDS ?
1.2.8        Bagaimana Pengobatan dan Pencegahan ARDS ?
1.2.9        Bagaimana Asuhan Keperawatan ARDS ?

1.3   Tujuan
1.3.1        Untuk mengetahui Pengertian ARDS.
1.3.2        Untuk mengetahui Etiologi ARDS.
1.3.3        Untuk mengetahui Manifestasi Klinis ARDS.
1.3.4        Untuk mengetahui Patofisiologi ARDS.
1.3.5        Untuk mengetahui Komplikasi ARDS.
1.3.6        Untuk mengetahui Pemeriksaan ARDS.
1.3.7        Untuk mengetahui Penatalaksanaan Medis ARDS.
1.3.8        Untuk mengetahui Pengobatan dan Pencegahan ARDS.
1.3.9        Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan ARDS.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1  KONSEP MEDIS

2.1.1        Pengertian
ARDS adalah Suatu penyakit yang disebabkan oleh kerusakan luas alveolus dan atau membran kapiler paru. ARDS selalu terjadi setelah suatu gangguan besar pada system paru, kardiovaskuler, atau tubuh secara luas. (Ellizabeth J. Corwin, 1997)
Penyakit flu burung atau flu unggas adalah suatu penyakit menular yg disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas.

2.1.2        Etiologi
Penyebab  Penyakit flu burung  adalah Virus influenza tipe A, termasuk famili orthomyxoviridae. Virus ini dapat berubah-ubah bentuk dan terdiri dari hemaglutinin (H) Neuramidase (N). Kedua huruf digunakan sbg identifikasi kodesubtipe flu burung yang banyak jenisnya.Pada manusia hanya terdapat jenis H1N1, H3N3, H5N1, H9N2, H7N7,sedangkan pada binatang H1H5 dan N1N9. Strain yg sangat virulen/ganas dan menyebabkan flu burung adalah dr sub tipe A H5N1. Virus tsb dpt bertahan di air sampai 4 hari pada suhu 22°C dan lebih dari 30 hari pd 0°C. Virus akan mati pd pemanasan 60°C selama 30 menit atau 56°C selama 3 jam dan dgn ditergent,desinfektan misal formalin cairan yang mengandung iodine.

ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung.
Faktor resiko  :
a.      Trauma langsung pada paru
1.      Pneumoni virus, bakteri, fungal
2.      Contusio Paru
3.      Aspirasi cairan lambung
4.      Inhalasi asap berlebih
5.      Inhalasi toksin
6.      Menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama
b.      Trauma tidak langsung
1.      Sepsis
2.      Shock
3.      DIC ( disseminated Intravaskular Coagulation )
4.      Pankretitis
5.      Uremia
6.      Overdosis Obat
7.      Idiophatic ( tidak diketahui )
8.      Bedah Cardiobypass yang lama
9.      Transfusi darah yang banyak
10.  PIH (Pregnand Induced Hipertension )
11.  Peningkatan PIH
12.  Terapi radiasi.

2.1.3        Manifestasi Klinis
a.       Demam (suhu > 38°C)
b.      Batuk dan nyeri tenggorokan
c.       Radang saluran pernapasan atas
d.      Infeksi mata
e.       Nyeri otot
f.       Peningkatan jumlah pernapasan
g.      Klien mengeluh sulit bernapas, retraksi dan sianosis
h.      Pada Auskultasi mungkin terdapat suara napas tambahan
i.        Penurunan kesadaran mental
j.        Takikardi, takipnea
k.      Dispnea dengan kesulitan bernafas
l.        Terdapat retraksi interkosta
m.    Sianosis
n.      Hipoksemia
o.      Auskultasi paru : ronkhi basah, krekels, stridor, wheezing
p.      Auskultasi jantung : bunyi jantung normal tanpa murmur atau gallop

2.1.4        Patofisiologi
Penyakit influenza dimulai dengan infeksi virus pada sel epitel saluran napas. Virus ini kemudian memperbanyak diri (replikasi) dengan sangat cepat hingga mengakibatkan lisis sel epitel dan terjadi deskuamasi lapisan epitel saluran napas. Pada tahap awal, respons imun innate akan menghambat replikasi virus, apabila kemudian terjadi re-exposure, respon imun adaptif yang bersifat antigen spesifik mengembangkan memori imunologis yang akan memberikan respon lebih cepat. Replikasi virus akan merangsang pembentukan sitokin proinflamasi termasuk IL-1, IL-6, dan TNF-α yang kemudian masuk ke sirkulasi sistemik dan menyebabkan gejala sistemik influenza seperti demam, malaise, dan mialgia. Umumnya influenza bersifat self limiting dan virus terbatas pada saluran napas.
Infeksi strain H5N1 yang sangat patogen memicu respon imun yang tidak cukup sehingga menyebabkan respon inflamasi sistemik. Kemampuan strain H5N1 untuk menghindari mekanisme pertahanan tubuh (sitokin) berperan pada patogenitas dari strain ini. Pada infeksi H5N1, sitokin yang diperlukan untuk menekan replikasi virus, terbentuk secara berlebihan (cytokine storm) yang justru menyebabkan kerusakan jaringan paru yang luas dan berat. Terjadi pneumonia virus berupa pneumonitis interstisial. Proses berlanjut dengan terjadinya eksudasi dan edema intraalveolar, mobilisasi sel radang dan eritrosit dari kapiler sekitar, pembentukan membran hyalin dan juga fibroblas. Sel radang akan memproduksi banyak sel mediator peradangan. Secara klinis keadaan ini dikenal dengan acute respiratory distress syndrome (ARDS). Difusi oksigen terganggu, terjadi hipoksia/anoksia yang dapat merusak organ lain (anoxic multiorgan dysfunction).
Secara pathofisiologi terjadinya ARDS dapat dijelaskan sebagai berikut :
Kerusakan sistemik
Pe ↓ perfusi jaringan
Hipoksia seluler
Pelepasan faktor-faktor biokimia
( enzim lisosom, vasoaktif, system komplemen, asam metabolic, kolagen, histamine )
Pe ↑ permiabilitas kapiler paru
Pe ↓ aktivitas surfaktan
Edema interstisial alveolar paru
Kolaps alveolar yang progresif
Pe ↓ compliance paru
Stiff lung
Pe ↑ shunting
Hipoksia arterial

Keterangan :
Pergerakan cairan paru pada kasus ARDS :
§  Terjadi peregangan / deposisi dari mebran hialin
§  Intraalveolar Epithelial junction melebar
§  Terjadi edema interstisial, cairan intravascular keluar, protein keluar masuk ke dalam alveoli
§  Endotel kapiler paru pecah
§  Eritrosit keluar dari intavaskuler masuk kedalam paru menyebabkan fenomena frozzy sputum

Mekanisme kerusakan endotel pada ARDS dimulai dengan aktivitas komplemen sebagai akibat trauma, Syok, dan lain lain. Selanjutnya aktivitas komplemen akan menghasilkan C5a menyebabkan granulosit teraktivasi dan menempel serta merusak endotelium mikrovaskular paru, sehingga mengakibatkan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Agregasi granulosit neutrofit merusak sel endotelium dengan melepaskan protease yang menghancurkan struktur protein seperti kolagen, elastin dan fibronektin, dan proteolisis protein plasma dalam sirkulasi seperti factor Hageman, fibrinogen, dan komplemen.
Adanya hipotensi dan pancreatitis akut dapat menghambat produksi surfaktan dan fosfolipase A. selain itu,cairan edema terutama fibrinogen akan menghambat produksi dan aktivitas surfaktan sehingga menyebabkan mikroakteletasis dan sirkulasi venoarterial bertambah.
Adanya peningkatan permeabilitas kapiler akan menyebabkan cairan merembes ke jaringan interstitial dan alveoli, menyebabkan edema paru dan atelektasi kongesif yang luas.Terjadi pengurangan volume paru . hipoksemia berat merupakan gejala penting ARDS dan penyebab hipoksemia adalah ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.

2.1.5        Komplikasi
a.       Ketidak seimbangan asam basa
b.      Kebocoran udara (pneumothoraks,neumomediastinum,neumoperkardium,dll)
c.       Perdarahan pulmoner
d.      Displasia bronkopulmoner
e.       Apnea
f.       Hipotensi sistemik

2.1.6        Pemeriksaan
a.      Pemeriksaan Diagnostik
Untuk menegakkan diagnosa ARDS sangat tergantung dari pengambilan anamnesa klinis yang tepat. Pemeriksaan laboraturium yang paling awal adalah hipoksemia, sehingga penting untuk melakukan pemeriksaan gas-gas darah arteri pada situasi klinis yang tepat, kemudian hiperkapnea dengan asidosis respiratorik pada tahap akhir.
Pada permulaan, foto dada menunjukkan kelainan minimal dan kadang-kadang terdapat gambaran edema interstisial. Pemberian oksigen pada tahap awal umumnya dapat menaikkan tekanan PO2 arteri ke arah yang masih dapat ditolelir. Pada tahap berikutnya sesak nafas bertambah, sianosis penderita menjadi lebih berat ronki mungkin terdengar di seluruh paru-paru. Pada saat ini foto dada menunjukkan infiltrate alveolar bilateral dan tersebar luas. Pada saat terminal sesak nafas menjadi lebih hebat dan volume tidal sangat menurun, kenaikan PCO2 dan hipoksemia bertambah berat, terdapat asidosis metabolic sebab hipoksia serta asidosis respiratorik dan tekanan darah sulit dipertahankan.

b.      Pemeriksaan Laboratorium
Identifikasi laboratorium untuk infeksi virus influenza A berupa deteksi antigen langsung, isolasi pada kultur sel, atau deteksi RNA spesifik influenza dengan reverse transcriptase–polymerase chain reaction (RT-PCR). Tes serologi untuk mengukur antibodi spesifik influenza A meliputi tes haemagglutination inhibition (HI), enzyme immunoassay, dan tes neutralisasi. Tes mikroneutralisasi direkomendasikan untuk mendeteksi antibodi spesifik highly pathogenic avian influenza A. Spesimen diambil dari aspirasi nasofaring, aspirasi endotrakeal, sputum, dan serum. Spesimen yang optimal untuk deteksi virus influenza A adalah aspirasi nasofaring dalam 3 hari sejak timbulnya gejala.

c.       Pemeriksaan Penunjang
1.      Chest X-ray; pada stadium awal tidak terlihat dengan jelas atau dapat juga terlihat adanya bayangan infiltrat ang terletak ditengan region perihilar paru-paru. Pada stadium lanjut, terlihat penyebaran dinterstisial secara bilateral dan infiltrat alveolar , menjadi rata dan dapat mencangkup keseluruhan lobus paru-paru. Tidak terjadi pembesaran pada jantung.
2.      AGD; hipoksemia (penurunan PaO2) hopokapnia (penerunan niai CO2 dapat terjadi terutama pada fase awal sebagai kompensasi terhadap hiperventilasi), hiperkapnia (PaCO2 > 50) menunjukan terjadi gangguan pernapasan. Alkalosis respiratori (pH > 7,45) dapat timbul pada stadium awal , tetapi asidosis dapat juga timbul pada stadium lanjut yang berhubungan dengan peningkatan anatomical dead space dan penurun ventilasi alveolar. Asidosis metabolisme dapat timbul pada stadium lanjut yang berhubungan dengan peningkatan nilai laktat darah ,akibat metabolisme anaerob.
3.      Pulmonary funfiction test ; kapasitas pengisian paru-paru dan volume paru-paru menurun ,terutama FRC ,peningkatan anatomical dead space dihasilkan area dimana timbul vasokonstriksi dan mikroemboli.
4.      Gradien alveolar arteria: memberikan perbandingan tegangan oksigen dalam alveoli dan darah arteri
5.      Asam laktat; meningkat
2.1.7        Penatalaksanaan Medis
Terapi / penatalaksanaan ARDS :
a.       Mengidentifikasi dan mengatasi penyebab
b.      Memastikan ventilasi yang adekuat
c.       Memberikan dukungan sirkulasi
d.      Memastikan volume cairan yang adequate
e.       Memberikan dukungan nutrisi
Dukungan nutrisi yang adequat sangat penting dalam mengobati ARDS. Pasien dengan ARDS membutuhkan 35 – 45 kkal/kg sehari untuk memenugi kebutuhan normal. Pemberian makan enteral adalah pertimbangan pertama, namun nutrisi parenteral total dapat saja diperlukan
Terapi :
a.       Intubasi untuk pemasangan ETT
b.      Pemasangan Ventilator mekanik (Positive end expiratory pressure)  untuk mempertahankan keadekuatan level O2 darah.
c.       Sedasi untuk mengurangi kecemasan dan kelelahan akibat   pemasangan ventilator
d.      Pengobatan tergantung klien dan proses penyakitnya :
1.      Inotropik agent (Dopamine) untuk meningkatkan curah jantung & tekanan darah.
2.      Antibiotik untuk mengatasi infeksi
3.      Kortikosteroid dosis besar (kontroversial) untuk mengurangi respon inflamasi dan mempertahankan stabilitas membran paru
e.       Pasang jalan nafas yang adekuat ( Pencegahan infeksi)
f.       Ventilasi Mekanik ( Dukungan nutrisi)
g.      TEAP  Monitor system terhadap respon
h.      Pemantauan oksigenasi arteri (Perawatan kondisi dasar)
i.        Cairan
j.        Farmakologi ( O2, Diuretik)

2.1.8        Pengobatan dan Pencegahan
a.      Pengobatan
·      Oksigenasi bila terdapat sesak napas
·      Hindari dengan pemberian cairan parenteral (infus)
·      Pemberian obat anti virus oseltamivir 75 mg dosis tunggal selama 7 hari
·      Amantadin diberikan pada awal infeksi,sedapat mungkin dalam waktu 48 jam I selama 3-5 hr dgn dosis 5 mg/kgBB/hr dlm 2 dosis.bila BB > 45 kg diberikan 100 mg 2 x sehari



b.      Pencegahan
Pada unggas :
1.      Pemusnahan unggas / burung yg terinfeksi
2.      Vaksinasi pd unggas yg sehat
Pada manusia :
1.      Kelompok berisiko tinggi (pekerja peternakan dan pedagang)
· Mencuci tangan dengan desinfektan dan mandi sehabis bekerja
· Hindari kontak langsung dgn ayam /unggas yg terinfeksi flu burung
· Menggunakan alat pelindung diri (ex: masker dan pakaian krja)
· Meninggalkan pakaian kerja di tempat krja
· Membersihkan kotoran unggas setiap hari
· imunisasi

2.      Masyarakat umum
· Menjaga daya tahan tbh dgn memakan makanan bergizi & istirahat cukup
· Mengolah unggas dgn cara yg benar yaitu :
· Pilih unggas yg sehat
· Memasak daging unggas dengan suhu ± 80°C selama 1 mnt dan pd telur sampai dgn suhu 64°C selama 4,5 mnt



2.2   KONSEP KEPERAWATAN

2.2.1        Pengkajian
a.       Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa.
b.      Keluhan Utama
Klien sering mengeluh sesak napas
c.       Riwayat Kesehatan
Klien merasa lemah, sesak napas
d.      Riwayat Kesehatan Terdahulu
Apakah ada riwayat ARDS terdahulu, kecelakaan/trauma,mengkonsumsi obat berlebihan
e.       Riwayat Kesehatan Sekarang
Apakah diantara keluarga klien yang mengalami penyakit yang sama dengan penyakit yang dialami klien
f.       Data Dasar Pengkajian
1.      Aktivitas/istirahat
Gejala: kekurangan energi/kelelahan, insomnia
2.      Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya bedah jantung/bypass jantung paru, fenomena embolik (darah,udara,lemak)
Tanda:
Ø  TD: dapat normal atau meningkat pada awal (berlanjut jadi hipoksia); hipotensi terjadi pada tahap lanjut (syok) ataudapat faktor pencetus seperti pada ekslampia
Ø  Frekuensi jantung: takikardi biasanya ada
Ø  Distrimia dapat terjadi, tetapi EKG sering normal
Ø  Kulit dan membran mukosa: pucat, dingin, sianosis biasanya terjadi (tahap lanjut
3.      Integritas ego
Gejala : Ketakutan,ancaman perasaan takut
Tanda : Gelisah, agitasi, gemetar, mudah terangsang, perubahan mental
4.      Makanan/cairan
Gejala: Kehilangan selera makan , mual
Tanda: Edema/perubahan berat badan, Hilang/berkurangnya bunyi usus
5.      Neurosensori
Gejala / tanda : Adanya trauma kepala, Mental lamban, disfungsi motor
6.      Pernapasan
Gejala: Adanya aspirasi / tenggelam, inhalasi asap / gas, infeksi difus paru, Timbul tiba-tiba / bertahap
Tanda Pernapasan :
Ø  cepat, mendengkur, dangkal
Ø  Peningkatan kerja napas : penggunaan otot aksesori pernapasan, contoh retraksi interkostal atau substernal, pelebaran nasal, memerlukan oksigen konsentrasi tinggi
Ø  Bunyi napas: pada awal normal. Krekels, ronki, dan dapat terjadi bunyi napas bronchial
Ø  Perkusi darah : bunyi pekak diatas area konsolidas
Ø  Ekspansi dada menurun atau tak sama
Ø  Peningkatan premitus (getar fibrasi pada dinding dada dengan palpitasi.
Ø  Sputum sedikit, berbusa.
Ø  Pucat atau sianosis.
Ø  Penurunan mental, bingung
7.      Keamanan
Gejala : Riwayat trauma ortopedik/fraktur, sepsis, tranfusi darah, episode anafilaktik.
8.      Seksualitas
Gejala : Kehamilan dengan adanya komplikasi eklamplisia
9.      Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Makan atau kelebihan dosis obat   

2.2.2        Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
a.       Bersihan jalan napas tidak efektif yaang berhubungan dengan :
1.      Kehilangan fungsi sillia jalan napas (hipoperfusi)
2.      Peningkatan jumlah / vikositas sekret paru
3.      Meningkatnya tahanan jalan napas (edema interstisial)
b.      Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan :
1.      Akumulasi protein dan cairan dalam interstisial / area alveolar
2.      Hipoventilasi alveolar
3.      Kehilangan surfaktan menyebabkan kolaps alveolar
c.       Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan:
1.      Penggunaan diuretic
2.      Perpindahan cairan ke area lain
d.      Ansietas / ketakutan yang berhubungan dengan:
1.      Krisis situasi
2.      Ancaman untuk/perubahan status kesehatan : takut mati
3.      Faktor psikologis(efek hipoksemia)
e.       Kurang pengetahuan mengenai kondisi, kenutuhan terapi yang berhubungan dengan:
1.      Kurang informasi
2.      Kesalahan interprestasi informasi
3.      Kurang mengingat

2.2.3        Rencana Asuhan Keperawatan
Dx 1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas.
Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan Jalan nafas kembali normal dan efektif

Krikteria hasil :
1.      Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih
2.      Pasien bebas dari dispneu
3.      Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan
4.      Memperlihatkan tingkah laku mempertahankan jalan nafas

Intervensi :
Mandiri:
1.      Catat perubahan dalam bernafas dan pola nafasnya
2.      Observasi dari penurunan pengembangan dada dan peningkatan fremitus
3.      Catat karateristik dari suara nafas
4.      Catat karateristik dari batuk
5.      Pertahankan posisi tubuh/kepala dan gunakan jalan nafas tambahan bila perlu
6.      Kaji kemampuan batuk, latihan nafas dalam, perubahan posisi dan lakukan suction bila ada indikasi
7.      Peningkatan oral intake jika memungkinkan

Kolaboratif :
1.      Berikan O2 cairan IV : tempatkan di kamar humidifier sesuai indikasi
2.      Berikan terapi aerosol, ultrasonic nabulisasi
3.      Berikan fisioterapi dada misalnya : postural drainase, perkusi dada/vibrasi jika ada indikasi
4.      Berikan bronchodilator misalnya; aminofilin, albuteal dan mukolitik

Rasional :
Mandiri :
1.      Penggunaan otot-otot interostan/abdominal/ leher dapat meningkatkan usaha dalam bernafas
2.      Pengembangan dada dapat menjadi batas dari akumulasi cairan dan adanya cairan dapat meningkatkan fremitus
3.      Suara nafas terjadi karena adanya aliran udara melewati batabf trakheo branchial dan juga karena adanya cairan, mucus atau sumbatan lain dari saluran nafas
4.      Karateristik batuk dapat merubah ketergantungan pada penyebab dan etiologi dari jalan nafas Adanya sputum dapat dalam jumlah yang banyak, tebal dan purulent
5.      Pemeliharaan jalan nafas bagian nafas dengan paten
6.      Penimbunan sekret menggangu ventilasi dan predisposisi perkembangan atelektasi dan infeksi paru
7.      Peningkatan cairan per oral dapat mengencerkan sputum

Kolaboratif :
1.      Mengeluarkan sekret dan meningkatkan transport oksigen
2.      Dapat berfungsi sebagai bronchodilatasi dan mengeluarkan sekret
3.      Meningkatkan drainase sekret paru, peningkatan efisien penggunaan otot-otot pernafasan
4.      Diberikan untuk mengurangi bronchospasme, menurunkan viskositas sekret dan meningkatkan ventilasi





Dx 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi, penumpukan cairan di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli.

Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi  keperawatan selama 3 x 24 diharapakan klien  mengalami penurunan penumpukan cairan di alveoli

Krikteria Hasil :
1.      Pasien dapat meperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat dengan nilai AGD normal
2.      Bebas dari gejala distress pernapasan

Intervensi :
Mandiri :
1.      Kaji kasus pernapasan, catat peningkatan respirasi atau perubahan pola napas.
2.      Catat ada tidaknya suara nafas dan adanya bunyi nafas tambahan sperti crakles, dan wheezing.
3.      Kaji adanya cyanosis
4.      Observasi adanya somnolen, confusion, apatis dan ketidakmampuan beristirahat.
5.      Berikan istirahat yang cukup dan nyaman.

Kolaboratif :
1.      Berikan humidifier oksigen dengan masker CPAP jika ada indikasi
2.      Berikan pencegahan IPPB
3.      Review X-Ray dada
4.      Berikan obat-obat jika ada indikasi seperti steroids, antibiotic, bronchodilator, dan ekspektorant.

Rasional :
Mandiri :
1.      Takipneu adalah mekanisme kompensasi untuk hipoksemia dan peningkatan usaha nafas
2.      Suara nafas mungkin tidak sama atau tidak ditemukan.
3.      Selalu berarti bila diberikan O2 sebelum Cyanosis muncul. Tanda cyanosis dapat dinilai pada mulut, bibir yang indikasi adanya hipoksemia sistemik, cyanosis perifer seperti pada kuku dan ekstremitas adalah vasokontriksi
4.      Hipoksemia dapat menyebabakan iritabilitas dari miokardium.
5.      Menyimpan tenaga pasien, mengurangi penggunaan oksigen.



Kolaboratif :
1.      Memaksimalkan pertukaran O2 secara terus menerus dengan tekanan yang sesuai.
2.      Peningkatan ekspansi paru meningkat oksigenisasi
3.      Memperlihatkan kongesti paru yang progresif.
4.      Untuk mencegah ARDS

Dx 3. Cemas/takut berhubungan dengan krisis situasi, pengobatan, perubahan status kesehatan, takut mati, factor fisiologi(efek hipoksemia).

Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien diharapkan dapat mendiskusikan rasa takut.

Kriteria Hasil :
1.      Menyatakan kesadaran terhadap ansietas
2.      Mengaku dan mendiskusikan takut.
3.      Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat ditangani.
4.      Menunjukan pemecahan masalah dan penggunaan sumber efektif.

Intervensi :
Mandiri :
1.      Observasi peningkatan pernapasan, agitasi, kegelisahan dan kestabilan emosi.
2.      Pertahankan lingkungan yang tenang dengan meminimalkan stimulasi. Usahakan perawatan dan prosedur tidak menggangu waktu istirahat.
3.      Bantu dengan tekhnik relaksasi, meditasi.
4.      Identifikasi persepsi pasien dari pengobatan yang dilakukan.
5.      Dorong pasien untuk mengekspresikan kecemasannya.
6.      Membantu menerima situasi dan hal tersebut harus ditanggulanginya.
7.      Sediakan informasi tentang keadaan yang sedang dialaminya.
8.      Indentifikasi tehnik pasien yang digunakan sebelumnya untuk menanggulangi rasa cemas.
Kolaboratif :
Memberikan sedatif sesuai indikasi dan monitor efek yang merugikan.

Rasional :
Mandiri :
1.      Hipoksemia dapat menyebabkan kecemasan.
2.      Cemas berkurang oleh meningkatnya relaksasi dan pengawetan energy yang digunakan.
3.      Memberi  kesempatan kepada pasien untuk mengendalikan kecemasannya dan merasakan sendiri dari pengontrolannya.
4.      Menolong mengenali asal kecemasan/ketakutan yang dialami.
5.      Langkah awal dalam mengendalikan perasaan-perasaan yang teridentifikasi yang terekspresi
6.      Menerima stress  yang sedang dialami tanpa denial, bahwa segala akan menjadi baik.
7.      Menolong pasien untuk menerima apa yang sedang terjadi dan dapat mengurangi kecemasan/ketakutan apa yang tidak diketahui. Penentraman hati yang palsu tidak menolong. Sebab tidak ada perawat maupun pasien tahu hasil akhir dari permasalahan itu.
8.      Kemampuan yang dimiliki pasien akan meningkatkan system pengontrolan terhadap kecemasannya.

Kolaboratif :
Mungkin dibutuhkan untuk menolong dalam mengontrol kecemasan dan meningkatkan istirahat. Bagaimanapun juga efek samping seperti depresi pernafasan mungkin batas atau kontraindikasi penggunaan.
 

BAB III
PENUTUP
3.1   Kesimpulan
ARDS adalah Suatu penyakit yang disebabkan oleh kerusakan luas alveolus dan/atau membrane kapiler paru. ARDS selalu terjadi setelah suatu gangguan besar pada system paru, kardiovaskuler, atau tubuh secara luas.  Penyakit flu burung atau flu unggas adalah suatu penyakit menular yg disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas.
Penyakit influenza dimulai dengan infeksi virus pada sel epitel saluran napas. Virus ini kemudian memperbanyak diri (replikasi) dengan sangat cepat hingga mengakibatkan lisis sel epitel dan terjadi deskuamasi lapisan epitel saluran napas. Infeksi strain H5N1 yang sangat patogen memicu respon imun yang tidak cukup sehingga menyebabkan respon inflamasi sistemik. Proses berlanjut dengan terjadinya eksudasi dan edema intraalveolar, mobilisasi sel radang dan eritrosit dari kapiler sekitar, pembentukan membran hyalin dan juga fibroblas. Sel radang akan memproduksi banyak sel mediator peradangan. Secara klinis keadaan ini dikenal dengan acute respiratory distress syndrome (ARDS).
Mekanisme kerusakan endotel pada ARDS dimulai dengan aktivitas komplemen sebagai akibat trauma, Syok, dan lain-lain. Selanjutnya aktivitas komplemen akan menghasilkan C5a menyebabkan granulosit teraktivasi dan menempel serta merusak endotelium mikrovaskular paru, sehingga mengakibatkan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Adanya peningkatan permeabilitas kapiler akan menyebabkan cairan merembes ke jaringan interstitial dan alveoli, menyebabkan edema paru dan atelektasi kongesif yang luas. Terjadi pengurangan volume paru,  hipoksemia berat merupakan gejala penting ARDS dan penyebab hipoksemia adalah ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.


3.2   Saran
Upaya promosi kesehatan diperlukan agar masyarakat senantiasa melaksanakan prinsip kerja higienis serta menerapkan pola hidup sehat. Sedangkan deteksi dini penyakit dan penanganan secepatnya diperlukan agar terhindar dari komplikasi penyakit yang berat. Untuk itu, masyarakat dan penyedia jasa layanan kesehatan hendaknya diberikan pendidikan mengenai penyakit ini bagaimana gejala dan bahayanya serta apa yang perlu dilakukan agar penyakit ini dapat terdeteksi sebelum berlanjut.  Dengan demikian diharapkan tidak terjadi lagi kasus flu burung khususnya di Indonesia. Pada akhirnya, flu burung hanyalah salah satu bagian dari begitu banyak masalah kesehatan yang harus dihadapi.