BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang
Kasus avian influenza (flu burung) pada manusia telah
terjadi di Indonesia. Untuk itu, masalah ini sepatutnya menjadi perhatian,
terutama karena komplikasi yang ditimbulkannya dan ancaman pandemi influenza.
Flu burung disebabkan oleh virus influenza A H5N1. Penularannya dari unggas ke
manusia. Belum ada bukti ilmiah penularan antar manusia di masyarakat. Virus
ini dapat memicu respon imun yang tidak cukup sehingga menyebabkan gejala
respirasi berat dan kegagalan multisistem. Gejala penyakit ini amat bervariasi,
mulai dari seperti flu dan dapat memburuk dengan cepat menjadi ARDS yang dapat menyebabkan kematian.
ARDS (juga disebut syok
paru) merupakan akibat kerusakan /cedera paru dimana sebelumnya paru seaht.
Sindrom ini mempengaruhi kurang lebih 150.000 sampai 200.000 pasien setiap
tahun, dengan laju mortalitas untuk semua pasien yang mengalami ARDS. Faktor lain termasuk trauma mayor,KID,
tranfusi darah, aspirasi, tenggelam, inhalasi asap atau kimia, gangguan
matabolik toksik, pancreatitis, eklampsia, dan kelebihan dosis obat. Perawatan
akut secara khusus menangani perawatan klinis dengan intubasi dan ventilasi
mekanik.
1.2 Rumusan
Masalah
1.2.1
Apa pengertian dari ARDS ?
1.2.2
Apa
Etiologi ARDS ?
1.2.3
Bagaimana
Manifestasi Klinis ARDS ?
1.2.4
Bagaimana
Patofisiologi ARDS ?
1.2.5
Bagaimana
Komplikasi
ARDS ?
1.2.6
Bagaimana
Pemeriksaan ARDS ?
1.2.7
Bagaimana
Penatalaksanaan Medis ARDS
?
1.2.8
Bagaimana
Pengobatan
dan Pencegahan ARDS ?
1.2.9
Bagaimana
Asuhan Keperawatan ARDS ?
1.3 Tujuan
1.3.1
Untuk mengetahui Pengertian ARDS.
1.3.2
Untuk mengetahui Etiologi ARDS.
1.3.3
Untuk mengetahui Manifestasi Klinis
ARDS.
1.3.4
Untuk
mengetahui
Patofisiologi ARDS.
1.3.5
Untuk mengetahui Komplikasi ARDS.
1.3.6
Untuk mengetahui Pemeriksaan ARDS.
1.3.7
Untuk mengetahui Penatalaksanaan Medis ARDS.
1.3.8
Untuk mengetahui Pengobatan dan
Pencegahan ARDS.
1.3.9
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan
ARDS.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 KONSEP MEDIS
2.1.1
Pengertian
ARDS adalah Suatu
penyakit yang disebabkan oleh kerusakan luas alveolus dan atau membran kapiler
paru. ARDS selalu terjadi setelah suatu gangguan besar pada system paru,
kardiovaskuler, atau tubuh secara luas. (Ellizabeth J. Corwin, 1997)
Penyakit flu burung atau flu unggas adalah suatu penyakit
menular yg disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas.
2.1.2
Etiologi
Penyebab Penyakit flu burung adalah Virus influenza tipe A, termasuk famili orthomyxoviridae. Virus ini dapat berubah-ubah bentuk dan terdiri dari hemaglutinin (H) Neuramidase (N). Kedua huruf digunakan sbg
identifikasi kodesubtipe flu burung yang banyak jenisnya.Pada manusia hanya terdapat jenis H1N1, H3N3,
H5N1, H9N2, H7N7,sedangkan pada binatang H1H5 dan N1N9. Strain yg sangat virulen/ganas dan menyebabkan
flu burung adalah dr sub tipe A H5N1. Virus tsb dpt bertahan di air sampai 4 hari pada suhu 22°C dan
lebih dari 30 hari pd 0°C. Virus akan mati pd pemanasan 60°C selama 30 menit atau 56°C selama
3 jam dan dgn ditergent,desinfektan misal formalin cairan yang mengandung
iodine.
ARDS berkembang sebagai akibat
kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma jaringan paru baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Faktor
resiko :
a.
Trauma
langsung pada paru
1. Pneumoni
virus, bakteri, fungal
2. Contusio
Paru
3. Aspirasi
cairan lambung
4. Inhalasi
asap berlebih
5. Inhalasi
toksin
6. Menghisap
O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama
b.
Trauma
tidak langsung
1. Sepsis
2. Shock
3. DIC
( disseminated Intravaskular Coagulation )
4. Pankretitis
5. Uremia
6. Overdosis
Obat
7. Idiophatic
( tidak diketahui )
8. Bedah
Cardiobypass yang lama
9. Transfusi
darah yang banyak
10. PIH
(Pregnand Induced Hipertension )
11. Peningkatan
PIH
12. Terapi
radiasi.
2.1.3
Manifestasi
Klinis
a.
Demam
(suhu > 38°C)
b.
Batuk dan nyeri tenggorokan
c.
Radang
saluran pernapasan atas
d.
Infeksi
mata
e.
Nyeri
otot
f. Peningkatan
jumlah pernapasan
g. Klien
mengeluh sulit bernapas, retraksi dan sianosis
h. Pada
Auskultasi mungkin terdapat suara napas tambahan
i.
Penurunan kesadaran mental
j.
Takikardi, takipnea
k. Dispnea
dengan kesulitan bernafas
l.
Terdapat retraksi interkosta
m. Sianosis
n. Hipoksemia
o. Auskultasi
paru : ronkhi basah, krekels, stridor, wheezing
p. Auskultasi
jantung : bunyi jantung normal tanpa murmur atau gallop
2.1.4
Patofisiologi
Penyakit influenza dimulai dengan infeksi virus pada sel
epitel saluran napas. Virus ini kemudian memperbanyak diri (replikasi) dengan
sangat cepat hingga mengakibatkan lisis sel epitel dan terjadi deskuamasi
lapisan epitel saluran napas. Pada tahap awal, respons imun innate akan
menghambat replikasi virus, apabila kemudian terjadi re-exposure, respon imun adaptif
yang bersifat antigen spesifik mengembangkan memori imunologis yang akan
memberikan respon lebih cepat. Replikasi virus akan merangsang pembentukan
sitokin proinflamasi termasuk IL-1, IL-6, dan TNF-α yang kemudian masuk ke
sirkulasi sistemik dan menyebabkan gejala sistemik influenza seperti demam,
malaise, dan mialgia. Umumnya influenza bersifat self limiting dan virus
terbatas pada saluran napas.
Infeksi
strain H5N1 yang sangat patogen memicu respon imun yang tidak cukup sehingga
menyebabkan respon inflamasi sistemik. Kemampuan strain H5N1 untuk menghindari
mekanisme pertahanan tubuh (sitokin) berperan pada patogenitas dari strain ini.
Pada infeksi H5N1, sitokin yang diperlukan untuk menekan replikasi virus,
terbentuk secara berlebihan (cytokine storm) yang justru menyebabkan kerusakan
jaringan paru yang luas dan berat. Terjadi pneumonia virus berupa pneumonitis
interstisial. Proses berlanjut dengan terjadinya eksudasi dan edema
intraalveolar, mobilisasi sel radang dan eritrosit dari kapiler sekitar,
pembentukan membran hyalin dan juga fibroblas. Sel radang akan memproduksi
banyak sel mediator peradangan. Secara klinis keadaan ini dikenal dengan acute
respiratory distress syndrome (ARDS). Difusi oksigen terganggu, terjadi
hipoksia/anoksia yang dapat merusak organ lain (anoxic multiorgan dysfunction).
Secara pathofisiologi terjadinya
ARDS dapat dijelaskan sebagai berikut :
Kerusakan sistemik
↓
Pe ↓ perfusi jaringan
↓
Hipoksia seluler
↓
Pelepasan faktor-faktor biokimia
( enzim lisosom, vasoaktif, system komplemen, asam
metabolic, kolagen, histamine )
↓
Pe ↑ permiabilitas kapiler paru
↓
Pe ↓ aktivitas surfaktan
↓
Edema interstisial alveolar paru
↓
Kolaps alveolar yang progresif
↓
Pe ↓ compliance paru
Stiff lung
Pe ↑ shunting
↓
Hipoksia arterial
Keterangan :
Pergerakan cairan paru pada kasus
ARDS :
§
Terjadi
peregangan / deposisi dari mebran hialin
§
Intraalveolar
Epithelial junction
melebar
§
Terjadi
edema interstisial, cairan intravascular keluar, protein keluar masuk ke dalam
alveoli
§
Endotel
kapiler paru pecah
§
Eritrosit
keluar dari intavaskuler masuk kedalam paru menyebabkan fenomena frozzy
sputum
Mekanisme
kerusakan endotel pada ARDS dimulai dengan aktivitas komplemen sebagai akibat
trauma, Syok, dan lain lain. Selanjutnya aktivitas komplemen akan menghasilkan
C5a menyebabkan granulosit teraktivasi dan menempel serta merusak endotelium
mikrovaskular paru, sehingga mengakibatkan peningkatan permeabilitas kapiler
paru. Agregasi granulosit neutrofit merusak sel endotelium dengan melepaskan
protease yang menghancurkan struktur protein seperti kolagen, elastin dan
fibronektin, dan proteolisis protein plasma dalam sirkulasi seperti factor
Hageman, fibrinogen, dan komplemen.
Adanya hipotensi dan pancreatitis
akut dapat menghambat produksi surfaktan dan fosfolipase A. selain itu,cairan
edema terutama fibrinogen akan menghambat produksi dan aktivitas surfaktan
sehingga menyebabkan mikroakteletasis dan sirkulasi venoarterial bertambah.
Adanya peningkatan
permeabilitas kapiler akan menyebabkan cairan merembes ke jaringan interstitial
dan alveoli, menyebabkan edema paru dan atelektasi kongesif yang luas.Terjadi pengurangan
volume paru . hipoksemia berat merupakan gejala penting ARDS dan penyebab
hipoksemia adalah ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.
2.1.5
Komplikasi
a. Ketidak
seimbangan asam basa
b. Kebocoran
udara (pneumothoraks,neumomediastinum,neumoperkardium,dll)
c. Perdarahan
pulmoner
d. Displasia
bronkopulmoner
e. Apnea
f. Hipotensi
sistemik
2.1.6
Pemeriksaan
a.
Pemeriksaan
Diagnostik
Untuk menegakkan
diagnosa ARDS sangat tergantung dari pengambilan anamnesa klinis yang tepat.
Pemeriksaan laboraturium yang paling awal adalah hipoksemia, sehingga penting
untuk melakukan pemeriksaan gas-gas darah arteri pada situasi klinis yang
tepat, kemudian hiperkapnea dengan asidosis respiratorik pada tahap akhir.
Pada permulaan, foto
dada menunjukkan kelainan minimal dan kadang-kadang terdapat gambaran edema
interstisial. Pemberian oksigen pada tahap awal umumnya dapat menaikkan tekanan
PO2 arteri ke arah yang masih dapat ditolelir. Pada tahap berikutnya sesak
nafas bertambah, sianosis penderita menjadi lebih berat ronki mungkin terdengar
di seluruh paru-paru. Pada saat ini foto dada menunjukkan infiltrate alveolar
bilateral dan tersebar luas. Pada saat terminal sesak nafas menjadi lebih hebat
dan volume tidal sangat menurun, kenaikan PCO2 dan hipoksemia bertambah berat,
terdapat asidosis metabolic sebab hipoksia serta asidosis respiratorik dan
tekanan darah sulit dipertahankan.
b. Pemeriksaan
Laboratorium
Identifikasi laboratorium untuk
infeksi virus influenza A berupa deteksi antigen langsung, isolasi pada kultur
sel, atau deteksi RNA spesifik influenza dengan reverse
transcriptase–polymerase chain reaction (RT-PCR). Tes serologi untuk mengukur
antibodi spesifik influenza A meliputi tes haemagglutination inhibition (HI),
enzyme immunoassay, dan tes neutralisasi. Tes mikroneutralisasi
direkomendasikan untuk mendeteksi antibodi spesifik highly pathogenic avian
influenza A. Spesimen diambil dari aspirasi nasofaring, aspirasi endotrakeal,
sputum, dan serum. Spesimen yang optimal untuk deteksi virus influenza A adalah
aspirasi nasofaring dalam 3 hari sejak timbulnya gejala.
c.
Pemeriksaan
Penunjang
1. Chest
X-ray; pada stadium awal tidak terlihat dengan jelas atau dapat juga terlihat
adanya bayangan infiltrat ang terletak ditengan region perihilar paru-paru.
Pada stadium lanjut, terlihat penyebaran dinterstisial secara bilateral dan
infiltrat alveolar , menjadi rata dan dapat mencangkup keseluruhan lobus
paru-paru. Tidak terjadi pembesaran pada jantung.
2. AGD;
hipoksemia (penurunan PaO2) hopokapnia (penerunan niai CO2 dapat terjadi
terutama pada fase awal sebagai kompensasi terhadap hiperventilasi),
hiperkapnia (PaCO2 > 50) menunjukan terjadi gangguan pernapasan. Alkalosis
respiratori (pH > 7,45) dapat timbul pada stadium awal , tetapi asidosis
dapat juga timbul pada stadium lanjut yang berhubungan dengan peningkatan
anatomical dead space dan penurun ventilasi alveolar. Asidosis metabolisme
dapat timbul pada stadium lanjut yang berhubungan dengan peningkatan nilai
laktat darah ,akibat metabolisme anaerob.
3. Pulmonary
funfiction test ; kapasitas pengisian paru-paru dan volume paru-paru menurun
,terutama FRC ,peningkatan anatomical dead space dihasilkan area dimana timbul
vasokonstriksi dan mikroemboli.
4. Gradien
alveolar arteria: memberikan perbandingan tegangan oksigen dalam alveoli dan
darah arteri
5. Asam
laktat; meningkat
2.1.7
Penatalaksanaan
Medis
Terapi / penatalaksanaan ARDS :
a. Mengidentifikasi
dan mengatasi penyebab
b. Memastikan
ventilasi yang adekuat
c. Memberikan
dukungan sirkulasi
d. Memastikan
volume cairan yang adequate
e. Memberikan
dukungan nutrisi
Dukungan
nutrisi yang adequat sangat penting dalam mengobati ARDS. Pasien dengan ARDS
membutuhkan 35 – 45 kkal/kg sehari untuk memenugi kebutuhan normal. Pemberian
makan enteral adalah pertimbangan pertama, namun nutrisi parenteral total dapat
saja diperlukan
Terapi
:
a. Intubasi
untuk pemasangan ETT
b. Pemasangan
Ventilator mekanik (Positive end expiratory pressure) untuk
mempertahankan keadekuatan level O2 darah.
c. Sedasi
untuk mengurangi kecemasan dan kelelahan akibat pemasangan
ventilator
d. Pengobatan
tergantung klien dan proses penyakitnya :
1. Inotropik
agent (Dopamine) untuk meningkatkan curah jantung & tekanan darah.
2. Antibiotik
untuk mengatasi infeksi
3. Kortikosteroid
dosis besar (kontroversial) untuk mengurangi respon inflamasi dan
mempertahankan stabilitas membran paru
e. Pasang
jalan nafas yang adekuat ( Pencegahan infeksi)
f. Ventilasi
Mekanik ( Dukungan nutrisi)
g. TEAP
Monitor system terhadap respon
h. Pemantauan
oksigenasi arteri (Perawatan kondisi dasar)
i.
Cairan
j.
Farmakologi ( O2, Diuretik)
2.1.8
Pengobatan dan
Pencegahan
a. Pengobatan
· Oksigenasi bila terdapat sesak napas
· Hindari dengan pemberian cairan
parenteral (infus)
· Pemberian obat anti virus oseltamivir 75 mg
dosis tunggal selama 7 hari
· Amantadin diberikan pada awal infeksi,sedapat mungkin dalam waktu 48 jam I selama 3-5 hr dgn dosis 5
mg/kgBB/hr dlm 2 dosis.bila BB > 45 kg diberikan 100 mg 2 x sehari
b. Pencegahan
Pada unggas :
Pada unggas :
1. Pemusnahan unggas / burung yg terinfeksi
2. Vaksinasi pd unggas yg sehat
Pada manusia :
1. Kelompok berisiko tinggi (pekerja peternakan
dan pedagang)
· Mencuci tangan dengan
desinfektan dan mandi sehabis bekerja
· Hindari kontak langsung dgn ayam /unggas yg
terinfeksi flu burung
· Menggunakan alat pelindung diri (ex: masker dan
pakaian krja)
· Meninggalkan pakaian kerja di tempat krja
· Membersihkan kotoran unggas setiap hari
· imunisasi
2. Masyarakat umum
· Menjaga daya tahan tbh dgn memakan makanan
bergizi & istirahat cukup
· Mengolah unggas dgn cara yg benar yaitu :
· Pilih unggas yg sehat
· Memasak daging unggas dengan suhu ± 80°C selama
1 mnt dan pd telur sampai dgn suhu 64°C selama 4,5 mnt
2.2 KONSEP
KEPERAWATAN
2.2.1
Pengkajian
a. Identitas
Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa.
b. Keluhan
Utama
Klien sering mengeluh sesak napas
c. Riwayat
Kesehatan
Klien merasa lemah, sesak napas
d. Riwayat
Kesehatan Terdahulu
Apakah ada riwayat ARDS terdahulu,
kecelakaan/trauma,mengkonsumsi obat berlebihan
e. Riwayat
Kesehatan Sekarang
Apakah diantara keluarga klien yang
mengalami penyakit yang sama dengan penyakit yang dialami klien
f. Data
Dasar Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat
Gejala: kekurangan energi/kelelahan,
insomnia
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya bedah
jantung/bypass jantung paru, fenomena embolik (darah,udara,lemak)
Tanda:
Ø TD:
dapat normal atau meningkat pada awal (berlanjut jadi hipoksia); hipotensi
terjadi pada tahap lanjut (syok) ataudapat faktor pencetus seperti pada
ekslampia
Ø Frekuensi
jantung: takikardi biasanya ada
Ø Distrimia
dapat terjadi, tetapi EKG sering normal
Ø Kulit
dan membran mukosa: pucat, dingin, sianosis biasanya terjadi (tahap lanjut
3. Integritas
ego
Gejala : Ketakutan,ancaman perasaan
takut
Tanda : Gelisah, agitasi, gemetar, mudah
terangsang, perubahan mental
4. Makanan/cairan
Gejala: Kehilangan selera makan , mual
Tanda: Edema/perubahan berat badan,
Hilang/berkurangnya bunyi usus
5. Neurosensori
Gejala / tanda : Adanya trauma kepala,
Mental lamban, disfungsi motor
6. Pernapasan
Gejala: Adanya aspirasi / tenggelam,
inhalasi asap / gas, infeksi difus paru, Timbul tiba-tiba / bertahap
Tanda Pernapasan :
Ø cepat,
mendengkur, dangkal
Ø Peningkatan
kerja napas : penggunaan otot aksesori pernapasan, contoh retraksi interkostal
atau substernal, pelebaran nasal, memerlukan oksigen konsentrasi tinggi
Ø Bunyi
napas: pada awal normal. Krekels, ronki, dan dapat terjadi bunyi napas bronchial
Ø Perkusi
darah : bunyi pekak diatas area konsolidas
Ø Ekspansi
dada menurun atau tak sama
Ø Peningkatan
premitus (getar fibrasi pada dinding dada dengan palpitasi.
Ø Sputum
sedikit, berbusa.
Ø Pucat
atau sianosis.
Ø Penurunan
mental, bingung
7. Keamanan
Gejala : Riwayat trauma
ortopedik/fraktur, sepsis, tranfusi darah, episode anafilaktik.
8. Seksualitas
Gejala : Kehamilan dengan adanya
komplikasi eklamplisia
9. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Makan atau kelebihan dosis obat
2.2.2
Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
a. Bersihan
jalan napas tidak efektif yaang berhubungan dengan :
1. Kehilangan
fungsi sillia jalan napas (hipoperfusi)
2. Peningkatan
jumlah / vikositas
sekret paru
3. Meningkatnya
tahanan jalan napas (edema interstisial)
b. Kerusakan
pertukaran gas yang berhubungan dengan :
1. Akumulasi
protein dan cairan dalam interstisial / area alveolar
2. Hipoventilasi
alveolar
3. Kehilangan
surfaktan menyebabkan kolaps alveolar
c. Resiko
tinggi terhadap kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan:
1. Penggunaan
diuretic
2. Perpindahan
cairan ke area lain
d. Ansietas
/ ketakutan yang berhubungan dengan:
1. Krisis
situasi
2. Ancaman
untuk/perubahan status kesehatan : takut mati
3. Faktor
psikologis(efek hipoksemia)
e. Kurang
pengetahuan mengenai kondisi, kenutuhan terapi yang berhubungan dengan:
1. Kurang
informasi
2. Kesalahan
interprestasi informasi
3. Kurang
mengingat
2.2.3
Rencana
Asuhan Keperawatan
Dx 1. Tidak efektifnya jalan nafas
berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal,
peningkatan resistensi jalan nafas.
Tujuan
:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan
selama 3 x 24
jam diharapkan Jalan nafas kembali normal dan efektif
Krikteria
hasil :
1. Pasien
dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih
2. Pasien
bebas dari dispneu
3. Mengeluarkan
sekret tanpa kesulitan
4. Memperlihatkan
tingkah laku mempertahankan jalan nafas
Intervensi :
Mandiri:
1. Catat
perubahan dalam bernafas dan pola nafasnya
2. Observasi
dari penurunan pengembangan dada dan peningkatan fremitus
3. Catat
karateristik dari suara nafas
4. Catat
karateristik dari batuk
5. Pertahankan
posisi tubuh/kepala dan gunakan jalan nafas tambahan bila perlu
6. Kaji
kemampuan batuk, latihan nafas dalam, perubahan posisi dan lakukan suction bila
ada indikasi
7. Peningkatan
oral intake jika memungkinkan
Kolaboratif :
1. Berikan
O2 cairan IV : tempatkan di kamar humidifier sesuai indikasi
2. Berikan
terapi aerosol, ultrasonic nabulisasi
3. Berikan
fisioterapi dada misalnya : postural drainase, perkusi dada/vibrasi jika ada
indikasi
4. Berikan
bronchodilator misalnya; aminofilin, albuteal dan mukolitik
Rasional :
Mandiri :
1. Penggunaan
otot-otot interostan/abdominal/ leher dapat meningkatkan usaha dalam bernafas
2. Pengembangan
dada dapat menjadi batas dari akumulasi cairan dan adanya cairan dapat
meningkatkan fremitus
3. Suara
nafas terjadi karena adanya aliran udara melewati batabf trakheo branchial dan
juga karena adanya cairan, mucus atau sumbatan lain dari saluran nafas
4. Karateristik
batuk dapat merubah ketergantungan pada penyebab dan etiologi dari jalan nafas
Adanya sputum dapat dalam jumlah yang banyak, tebal dan purulent
5. Pemeliharaan
jalan nafas bagian nafas dengan paten
6. Penimbunan
sekret menggangu ventilasi dan predisposisi perkembangan atelektasi dan infeksi
paru
7. Peningkatan
cairan per oral dapat mengencerkan sputum
Kolaboratif :
1. Mengeluarkan
sekret dan meningkatkan transport oksigen
2. Dapat
berfungsi sebagai bronchodilatasi dan mengeluarkan sekret
3. Meningkatkan
drainase sekret paru, peningkatan efisien penggunaan otot-otot pernafasan
4. Diberikan
untuk mengurangi bronchospasme, menurunkan viskositas sekret dan meningkatkan
ventilasi
Dx 2. Gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi, penumpukan cairan di
permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli.
Tujuan
:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan
selama 3 x 24
diharapakan klien mengalami penurunan penumpukan cairan di alveoli
Krikteria
Hasil :
1. Pasien
dapat meperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat dengan nilai AGD normal
2. Bebas
dari gejala distress pernapasan
Intervensi :
Mandiri :
1. Kaji
kasus pernapasan, catat peningkatan respirasi atau perubahan pola napas.
2. Catat
ada tidaknya suara nafas dan adanya bunyi nafas tambahan sperti crakles, dan
wheezing.
3. Kaji
adanya cyanosis
4. Observasi
adanya somnolen, confusion, apatis dan ketidakmampuan beristirahat.
5. Berikan
istirahat yang cukup dan nyaman.
Kolaboratif :
1. Berikan
humidifier oksigen dengan masker CPAP jika ada indikasi
2. Berikan
pencegahan IPPB
3. Review
X-Ray dada
4. Berikan
obat-obat jika ada indikasi seperti steroids, antibiotic, bronchodilator, dan
ekspektorant.
Rasional :
Mandiri :
1. Takipneu
adalah mekanisme kompensasi untuk hipoksemia dan peningkatan usaha nafas
2. Suara
nafas mungkin tidak sama atau tidak ditemukan.
3. Selalu
berarti bila diberikan O2 sebelum Cyanosis muncul. Tanda cyanosis dapat dinilai
pada mulut, bibir yang indikasi adanya hipoksemia sistemik, cyanosis perifer
seperti pada kuku dan ekstremitas adalah vasokontriksi
4. Hipoksemia
dapat menyebabakan iritabilitas dari miokardium.
5. Menyimpan
tenaga pasien, mengurangi penggunaan oksigen.
Kolaboratif :
1. Memaksimalkan
pertukaran O2 secara terus menerus dengan tekanan yang sesuai.
2. Peningkatan
ekspansi paru meningkat oksigenisasi
3. Memperlihatkan
kongesti paru yang progresif.
4. Untuk
mencegah ARDS
Dx 3. Cemas/takut
berhubungan dengan krisis situasi, pengobatan, perubahan status kesehatan,
takut mati, factor fisiologi(efek hipoksemia).
Tujuan
:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24
jam pasien diharapkan dapat mendiskusikan rasa takut.
Kriteria
Hasil :
1. Menyatakan
kesadaran terhadap ansietas
2. Mengaku
dan mendiskusikan takut.
3. Tampak
rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat ditangani.
4. Menunjukan
pemecahan masalah dan penggunaan sumber efektif.
Intervensi
:
Mandiri
:
1. Observasi
peningkatan pernapasan, agitasi, kegelisahan dan kestabilan emosi.
2. Pertahankan
lingkungan yang tenang dengan meminimalkan stimulasi. Usahakan perawatan dan
prosedur tidak menggangu waktu istirahat.
3. Bantu
dengan tekhnik relaksasi, meditasi.
4. Identifikasi
persepsi pasien dari pengobatan yang dilakukan.
5. Dorong
pasien untuk mengekspresikan kecemasannya.
6. Membantu
menerima situasi dan hal tersebut harus ditanggulanginya.
7. Sediakan
informasi tentang keadaan yang sedang dialaminya.
8. Indentifikasi
tehnik pasien yang digunakan sebelumnya untuk menanggulangi rasa cemas.
Kolaboratif :
Memberikan
sedatif sesuai indikasi dan monitor efek yang merugikan.
Rasional
:
Mandiri
:
1. Hipoksemia
dapat menyebabkan kecemasan.
2. Cemas
berkurang oleh meningkatnya relaksasi dan pengawetan energy yang digunakan.
3. Memberi
kesempatan kepada pasien untuk mengendalikan kecemasannya dan merasakan sendiri
dari pengontrolannya.
4. Menolong
mengenali asal kecemasan/ketakutan yang dialami.
5. Langkah
awal dalam mengendalikan perasaan-perasaan yang teridentifikasi yang
terekspresi
6. Menerima
stress yang sedang dialami tanpa denial, bahwa segala akan menjadi baik.
7. Menolong
pasien untuk menerima apa yang sedang terjadi dan dapat mengurangi
kecemasan/ketakutan apa yang tidak diketahui. Penentraman hati yang palsu tidak
menolong. Sebab tidak ada perawat maupun pasien tahu hasil akhir dari
permasalahan itu.
8. Kemampuan
yang dimiliki pasien akan meningkatkan system pengontrolan terhadap
kecemasannya.
Kolaboratif :
Mungkin
dibutuhkan untuk menolong dalam mengontrol kecemasan dan meningkatkan
istirahat. Bagaimanapun juga efek samping seperti depresi pernafasan mungkin
batas atau kontraindikasi penggunaan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
ARDS adalah Suatu
penyakit yang disebabkan oleh kerusakan luas alveolus dan/atau membrane kapiler
paru. ARDS selalu terjadi setelah suatu gangguan besar pada system paru,
kardiovaskuler, atau tubuh secara luas. Penyakit flu burung atau flu unggas adalah suatu penyakit
menular yg disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas.
Penyakit influenza dimulai dengan infeksi virus pada sel
epitel saluran napas. Virus ini kemudian memperbanyak diri (replikasi) dengan
sangat cepat hingga mengakibatkan lisis sel epitel dan terjadi deskuamasi
lapisan epitel saluran napas. Infeksi strain H5N1 yang sangat patogen memicu
respon imun yang tidak cukup sehingga menyebabkan respon inflamasi sistemik.
Proses berlanjut dengan terjadinya eksudasi dan edema intraalveolar, mobilisasi
sel radang dan eritrosit dari kapiler sekitar, pembentukan membran hyalin dan
juga fibroblas. Sel radang akan memproduksi banyak sel mediator peradangan.
Secara klinis keadaan ini dikenal dengan acute respiratory distress syndrome
(ARDS).
Mekanisme kerusakan
endotel pada ARDS dimulai dengan aktivitas komplemen sebagai akibat trauma,
Syok, dan lain-lain.
Selanjutnya aktivitas komplemen akan menghasilkan C5a menyebabkan granulosit
teraktivasi dan menempel serta merusak endotelium mikrovaskular paru, sehingga
mengakibatkan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Adanya peningkatan
permeabilitas kapiler akan menyebabkan cairan merembes ke jaringan interstitial
dan alveoli, menyebabkan edema paru dan atelektasi kongesif yang luas. Terjadi pengurangan volume paru, hipoksemia berat
merupakan gejala penting ARDS dan penyebab hipoksemia adalah ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi.
3.2 Saran
Upaya
promosi kesehatan diperlukan agar masyarakat senantiasa melaksanakan prinsip
kerja higienis serta menerapkan pola hidup sehat. Sedangkan deteksi dini penyakit dan
penanganan secepatnya diperlukan agar terhindar dari komplikasi penyakit yang
berat. Untuk itu, masyarakat dan penyedia jasa layanan kesehatan hendaknya
diberikan pendidikan mengenai penyakit ini bagaimana gejala dan bahayanya serta
apa yang perlu dilakukan agar penyakit ini dapat terdeteksi sebelum berlanjut. Dengan demikian diharapkan tidak terjadi lagi
kasus flu burung khususnya di Indonesia. Pada akhirnya, flu burung hanyalah
salah satu bagian dari begitu banyak masalah kesehatan yang harus dihadapi.