Rabu, 30 Mei 2012

ASKEP Penyakit Sel Sabit dan Thalasemia


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Penyakit sel sabit adalah hemoglobinopati herediter dimana sel-sel darah merah (SDM) mengandung hemoglobin abnormal.Anemia sel sabit (atau penyakit Hemoglobin S) adalah salah satu hemoglobinopati yang paling umum terlihat dan berat.Prevalensi gen sel sabit yang tinggi terdapat di bagian tropik yang dapat mencapai hingga 40 % di daerah tertentu. Dikenal 3 jenis mutasi gen yaitu bantu, benin dan senegal yang diberi nama sesuai daerah asalnya. Prevalensi Hb S lebih rendah di dapat juga di daerah Mediteranian, Saudi Arabia dan beberapa bagian di India.Hemoglobin S adalah hemoglobin abnormal yang paling banyak didapat.Pembawa sifat diturunkan secara dominan. Insiden diantara orang Amerika berkulit hitam adalah sekitar 8 % sedangkan status homozigot yang diturunkan secara resesif berkisar antara 0,3 – 1,5 %. (Noer Sjaifullah H.M, 1999, hal 535)
Thalasemia adalah kelainan pada darah akibat sumsum tulang belakang tidak bisa membentuk protein untuk memproduksi sel darah merah (hemoglobin).Kini jumlah penderita talasemia semakin meningkat dari tahun ke tahun. ”Menurut data WHO, 7% dari total penduduk dunia adalah pembawa sifat talasemia dan saat ini 6–10% penduduk Indonesia adalah pembawa sifat talasemia,”Penyakit talasemia hanya dapat terjadi bila 25% sel darah seseorang normal menikah dengan 50% sel darah seseorang yang terinfeksi talasemia, maka akan menurunkan sifat atau gen talasemia kepada anak-anaknya dan akan mendapatkan keturunan yang terkena talasemia.

1.2  Rumusan Masalah
Ada beberapa rumusan masalah yang akan dibahas dalam penulisan makalah ini antara lain :
1)      Apakah definisi penyakit sel sabit dan thalassemia?
2)      Bagaimanakah etiologi dan patofisiologi dari kedua penyakit tersebut?
3)      Jelaskan bagaimana manifestasi klinis dari kedua penyakit ini?
4)      Bagaimana penatalaksanaannya?
5)      Bagaimanakah  asuhan keperawatan pada penyakit sel sabit dan thalassemia ini ?

1.3  Tujuan
Agar mahasiswa lebih memahami tentang penyakit sel sabit dan thalassemia, tentang etiologi dan patofiologisnya,manifestasi klinisnya,penatalaksanaannya,serta asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit sel sabit dan thalassemia.



BAB II
PENYAKIT SEL SABIT dan THALASEMIA

2.1 Definisi
Penyakit Sel Sabit (sickle cell disease) adalah suatu penyakit keturunan yang ditandai dengan sel darah merah yang berbentuk sabit dan anemia hemolitik kronik.
Pada penyakit sel sabit, sel darah merah memiliki hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang bentuknya abnormal, sehingga mengurangi jumlah oksigen di dalam sel dan menyebabkan bentuk sel menjadi seperti sabit.Sel yang berbentuk sabit menyumbat dan merusak pembuluh darah terkecil dalam limpa, ginjal, otak, tulang dan organ lainnya; dan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen ke organ tersebut. Sel sabit ini rapuh dan akan pecah pada saat melewati pembuluh darah, menyebabkan anemia berat, penyumbatan aliran darah, kerusakan organ dan mungkin kematian
.
Thalassemia adalah salah satu dari penyakit genetik yang diwariskan dari orang tua kepada anaknya melalui gen yang menyebabkan berkurangnya sel-sel darah merah yang sehat dan hemoglobin dari keadaan normal. Pada penderita thalassemia, cacat genetic menyebabkan tingkat pembentukan salah satu rantai-rantai globin yang menyusun hemoglobin menjadi berkurang .Sintesa salah satu rantai globin yang berkurang tersebut dapat menyebabkan pembentukan molekul hemoglobin yang abnormal, sehingga menyebabkan anemia, sebagai gejala khas thalassemia yang nampak. Jenis Talasemia
Talasemia terbagi 3 jenis yaitu :
·         Talasemia major, paling serius. Ia juga dikenali sebagai Cooley's anemia sempena nama doktor yang mula-mula menjumpai penyakit ini pada tahun 1925. Talasemia major merujuk kepada mereka yang mempunyai baka talasemia sepenuhnya dan menunjukkan tanda-tanda talasemia.
·         Talasemia intermedia, Cooley's anemia yang sederhana.
·         Talasemia minor, tidak mempunyai gejala tetapi terdapat perubahan dalam darah. alasemia minor merujuk kepada mereka yang mempunyai kecacatan gen talasemia tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda talasemia atau pembawa.
2.2 Etiologi
Penyakit sel sabit adalah hemoglobinopati yang disebabkan oleh kelainan struktur hemoglobin. Kelainan struktur terjadi pada fraksi globin di dalam molekul hemoglobin.Globin tersusun dari dua pasang rantai polipeptida.Misalnya, Hb S berbeda dari Hb A normal karena valin menggantikan asam glutamat pada salah satu pasang rantainya. Pada Hb C, lisin terdapat pada posisi itu.
Substitusi asam amino pada penyakit sel sabit mengakibatkan penyusunan kembali sebagian besar molekul hemoglobin jika terjadi deoksigenasi (penurunan tekanan O2). Sel-sel darah merah kemudian mengalami elongasi dan menjadi kaku serta berbentuk sabit.


Sel Darah Merah Berbentuk Sabit
Deoksigenasi dapat terjadi karena banyak alasan.Eritrosit yang mengandung Hb S melewati sirkulasi mikro secara lebih lambat daripada eritrosit normal, menyebabkan deoksigenasi menjadi lebih lama.Eritrosit Hb S melekat pada endotel, yang kemudian memperlambat aliran darah.Peningkatan deoksigenasi dapat mengakibatkan SDM berada di bawah titik kritis dan mengakibatkan pembentukan sabit di dalam mikrovaskular. Karena kekakuan dan bentuk membrannya yang tidak teratur, sel-sel sabit berkelompok, dan menyebabkan sumbatan pembuluh darah, krisis nyeri, dan infark organ (Linker, 2001). Berulangnya episode pembentukan sabit dan kembali ke bentuk normal menyebabkan membran sel menjadi rapuh dan terpecah-pecah.Sel-sel kemudian mengalami hemolisis dan dibuang oleh sistem monositmakrofag.Dengan demikian siklus hidup SDM jelas berkurang, dan meningkatnya kebutuhan menyebabkan sumsum tulang melakukan penggantian.Hal-hal yang dapat menjadi penyebab anemia sel sabit adalah infeksi, disfungsi jantung, disfungsi paru, anastesi umum, dataran tinggi, dan menyelam. (Price A Sylvia, 2006)
Thalassemia merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan rantai asam amino yang membentuk hemoglobin yang dikandung oleh sel darah merah. Sel darah merah membawa oksigen ke seluruh tubuh dengan bantuan substansi yang disebut hemoglobin.Hemoglobin terbuat dari dua macam protein yang berbeda, yaitu globin alfa dan globin beta. Protein globin tersebut dibuat oleh gen yang berlokasi di kromosom yang berbeda.  Apabila satu atau lebih gen yang memproduksi protein globin tidak normal atau hilang, maka akan terjadi penurunan produksi protein globin yang menyebabkan thalassemia. Mutasi gen pada globin alfa akan menyebabkan penyakit alfa- thalassemia dan jika itu terjadi pada globin beta maka akan menyebabkan penyakit beta-thalassemia.

a)      Alfa-Thalassemia
Alfa-globin adalah sebuah komponen (subunit) dari protein yang lebih besar yang disebut hemoglobin, yang merupakan protein dalam sel darah merah yang membawa oksigen ke sel dan jaringan di seluruh tubuh. Hemoglobin terdiri dari empat subunit: dua subunit alfa-globin dan dua subunit jenis lain globin.
HBA1 (Hemoglobin, alfa 1) adalah gen yang memberikan instruksi untuk membuat protein yang disebut alpha-globin. Protein ini juga diproduksi dari gen yang hampir identik yang disebut HBA2 (Hemoglobin, alfa 2). Kedua gen globin alpha-terletak dekat bersama-sama dalam sebuah wilayah kromosom 16 yang dikenal sebagai lokus globin alfa.
Pada manusia normal terdapat 4 kopi gen alpha-globin yang terdapat masing-masing 2 pada kromosom 16. Gen-gen ini membuat komponen globin alpha pada hemoglobin orang dewasa normal, yang disebut hemoglobin A. dan juga merupakan komponen dari hemoglobin pada janin dan orang dewasa lainnya, yang disebut hemoglobin A2. Mutasi yang terjadi pada gen alpha globin adalah delesi.
·         Delesi 1 gen α : tidak ada dampak pada kesehatan, tetapi orang tersebut mewarisi gen thalasemia, atau disebut juga Thalassaemia Carier/Trait
·         Delesi 2 gen α : hanya berpengaruh sedikit pada kelinan fungsi darah
·         Delesi 3 gen α : anemia berat, disebut juga Hemoglobin H (Hbh) disease
·         Delesi 4 gen α : berakibat fatal pada bayi karena alpha globin tidak dihasilkan sama sekali


Gambar diatas menunjukkan bahwa kedua orang tua yang pada gen nya terdapat masing-masing 2 gen yang sudah termutasi. Maka anaknya 25% normal, 25% carrier, 25% 2 gen delesi, 25% menderita hemoglobin H disease.

b)     Beta-Thalassemia
Globin beta adalah sebuah komponen (subunit) dari protein yang lebih besar yang disebut hemoglobin, yang terletak di dalam sel darah merah. HBB gen yang memberikan instruksi untuk membuat protein yang disebut globin beta.
Lebih dari 250 mutasi pada gen HBB telah ditemukan menyebabkan talasemia beta. Sebagian besar mutasi melibatkan perubahan dalam satu blok bangunan DNA (nukleotida) dalam atau di dekat gen HBB. Mutasi lainnya menyisipkan atau menghapus sejumlah kecil nukleotida dalam gen HBB. Mutasi gen HBB yang menurunkan hasil  produksi globin beta dalam kondisi yang disebut beta-plus (B +) talasemia. 
Tanpa globin beta, hemoglobin tidak dapat terbentuk yang mengganggu perkembangan normal sel-sel darah merah. Kekurangan sel darah merah akan menghambat oksigen yang akan dibawa dan membuat tubuh kekurangan oksigen. Kurangnya oksigen dalam jaringan tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ, dan masalah kesehatan lainnya termasuk thalassemia beta.
Pada manusia normal terdapat 2 kopi gen beta globin yang terdapat pada kromosom 11, yang membuat beta globin yang merupakan komponen dari hemoglobin pada orang dewasa, yang disebut hemoglobin A. Lebih dari 100 jenis mutasi yang dapat menyebabkan thalasemia β, misalkan  mutasi beta 0 yang berakibat tidak adanya beta globin yang diproduksi, mutasi beta +, dimana hanya sedikit dari beta globin yang diproduksi.
Jika seseorang memiliki 1 gen beta globin normal, dan satu lagi gen yang sudah termutasi, maka orang itu disebut carier/trait.
 
Gambar diatas menunjukkan bahwa kedua orangtua merupakan carier/trait. Maka anaknya 25% normal, 50% carier/trait, 25% mewarisi 2 gen yang termutasi (thalasemia mayor).
2.3 Patofisiologis
Defeknya adalah satu substitusi asam amino pada rantai beta hemoglobin karena hemoglobin A normal mengandung dua rantai α dan dua rantai β, maka terdapat dua gen untuk sintesa tiap rantai. Trait sel sabit hanya mendapat satu gen normal, sehingga SDM masih mampu mensintesa kedua rantai β dan βs, jadi mereka mempunyai hemoglobin A dan S sehingga mereka tidak menderita anemia dan tampak sehat. Apabila dua orang dengan trait sel sabit sama menikah, beberapa anaknya akan membawa dua gen abnormal dan hanya mempuntai rantai βs dan hanya hemoglobin S, maka anak akan menderita anemia sel sabit. (Smeltzer C Suzanne, 2002)
Hemoglobin paska kelahiran yang normal terdiri dari dua rantai alpa dan beta polipeptide. Dalam beta thalasemia ada penurunan sebagian atau keseluruhan dalam prosessintesis molekul hemoglobin rantai beta. Konsekuensinya adanya peningkatan compensatori dalam proses pensintesisan rantai alpa dan produksi rantai gamma tetap aktif, dan menyebabkan ketidaksempurnaan formasihemoglobin .Polipeptid yang tidak seimbang ini sangat tidak stabil, mudah terpisah dan merusak sel darah merah yang dapat menyebabkan anemia yang parah. Untuk menanggulangi proses hemolitik, sel darah merah dibentuk dalam jumlah yang banyak, atau setidaknya bone marrow ditekan dengan terapi transfusi. Kelebihan fe dari penambahan RBCs dalam transfusi serta kerusakan yang cepat dari sel defectif, disimpan dalam berbagai organ (hemosiderosis).
 
2.4 Manifestasi  Klinis
Penyakit Sel Sabit

No.
Sistem
Komplikasi
Tanda dan Gejala
1.
Jantung
Gagal jantung kongestif
Kardiomegali, takikardi, napas pendek, dispnea sewaktu kerja fisik, gelisah
2.
Pernapasan
Infark paru, pneumonia
Nyeri dada, batuk, sesak napas, demam, gelisah
3.
Saraf Pusat
Trombosis serebral
Afasia, pusing, kejang, sakit kepala, disfungsi usus dan kandung kemih
4.
Genitourinaria
Disfungsi ginjal
Nyeri pinggang, hematuria
5.
Gastrointestinal
Kolesistitis, fibrosis hati, abses hati
Nyeri perut, hepatomegali, demam
6.
Okular
Ablasio retina, penyakit pembuluh darah perifer, perdarahan
Nyeri, perubahan penglihatan, buta
7.
Skeletal
Nekrosis aseptik kaput femoris dan kaput humeri
Nyeri, mobilitas berkurang, nyeri dan bengkak pada lengan dan kaki
8.
Kulit
Ulkus tungkai kronis
Nyeri, ulkus terbuka dan mengering
Thalasemia

Tanda-tanda :
  • Kelesuan.
  • Bibir, lidah, tangan, kaki dan bahagian lain berwarna pucat.
  • Sesak nafas.
  • Hilang selera makan dan bengkak di bagian abdomen. hemoglobin yang rendah yaitu kurang daripada 10g/dl.
Pada thalasemia mayor gejala klinik telah terlibat sejak umur kurang dari 1 tahun. Gejala yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur berat badan kurang. Pada anak yang besar sering dijumpai adanya gizi buruk, perut membuncit, karena adanya pembesaran limfa dan hati yang diraba. Adanya pembesaran hati dan limfa tersebut mempengaruhi gerak sipasien karena kemampuannya terbatas. Limfa yang membesar ini akan mudah rupture karena trauma ringan saja.
Gejala ini adalah bentuk muka yang mongoloid, hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak antara kedua mata lebar dan tulan dahi juga lebar. Hal ini disebabkan karena adanya gangguan perkembangan ketulang muka dan tengkorak, gambaran radiologis tulang memperhatikan medulla yang lebar korteks tipis dan trabekula besar.
Keadaan  kulit pucat kekuning-kuningan jika pasien telah sering mendapatkan transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi dalam jaringan kulit. Penimbunan besi (hemosiderosis) dalam jaringan tubuh seperti pada hepar, limfa, jantung akan mengakibatkan gangguan faal alat-alat tersebut (hemokromatosis).

2.5 Penatalaksanaan
         
Penyakit Sel Sabit
Sekitar 60% pasien anemia sel sabit mendapat serangan nyeri yang berat hampir terus-menerus dan terjadinya anemia sel sabit selain dapat disebabkan karena infeksi dapat juga disebabkan oleh beberapa faktor misalnya perubahan suhu yang ekstrim, stress fisis atau emosional lebih sering serangan ini terjadi secara mendadak.Orang dewasa dengan anemia sel sabit sebaiknya diimunisasi terhadap pneumonia yang disebabkan pneumokokus.Tiap infeksi harus diobati dengan antibiotik yang sesuai.Transfusi SDM hanya diberikan bila terjadi anemia berat atau krisis aplastik.Pada kehamilan usuhakan agar Hb 10-12 g/dl pada trimester ketiga.Kadar Hb perlu dinaikkan hingga 12-14 g/dl sebelum operasi. Penyuluhan sebelum memilih pasangan hidup adalah untuk mencegah keturunan yang homozigot dan mengurangi kemungkinan heterozigot.(Noer Sjaifullah, 1999).
Thalasemia

a)      Medikamentosa
Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi darah.
Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap selesai transfusi darah.Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek kelasi besi.
Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah merah.

b)      Bedah
Splenektomi, dengan indikasi : Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan  tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur Hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun.




c)      Suportif
Transfusi darah :Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini akan memberikan supresi sumsum tualang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi,  dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita. Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.

d)     Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya dll)
Tumbuh kembang, kardiologi, Gizi, endokrinologi, radiologi, Gigi

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PENYAKIT SEL SABIT DAN THALASEMIA
3.1 Pengkajian Keperawatan Penyakit Sel Sabit

3.1.1 Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang menderita anemia sel sabit yaitu :

a)      Pengumpulan Data
1)      Identifikasi klien : nama klien, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku / bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan alamat.

2)      Identitas penanggung

3)      Keluhan utama dan riwayat kesehatan masa lalu
Keluhan utama : pada keluhan utama akan nampak semua apa yang dirasakan klien pada saat itu seperti kelemahan, nafsu makan menurun dan pucat.
Riwayat kesehatan masa lalu : riwayat kesehatan masa lalu akan memberikan informasi kesehatan atau penyakit masa lalu yang pernah diderita,

Pemeriksaan Fisik :
1)      Aktivitas / istirahat
Gejala : Keletihan / kelemahan terus-menerus sepanjang hari.
Kebutuhan tidur lebih besar dan istirahat.
Tanda :Gangguan gaya berjalan

2)      Sirkulasi
Gejala : Palpitasi atau nyeri.
Tanda : Tekanan darah menurun, nadi lemah, pernafasan lambat, warna kulit pucat atai sianosis, konjungtiva pucat.

3)      Eliminasi
Gejala : Sering berkemih, nokturia (berkemih malam hari.

4)      Integritas ego
Gejala : Kuatir, takut.
Tanda : Ansietas, gelisah.



5)      Makanan / cairan
Gejala : Nafsu makan menurun.
Tanda : Penurunan berat badan, turgor kulit buruk dengan bekas gigitan, tampak kulit dan membran mukosa kering.

6)      Hygiene
Gejala : Keletihan / kelemahan
Tanda : Penampilan tidak rapi.

7)      Neurosensori
Gejala : Sakit kepala / pusing, gangguan penglihatan.
Tanda : Kelemahan otot, penurunan kekuatan otot.

8)      Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri pada punggung, sakit kepala.
Tanda : Penurunan rentang gerak, gelisah.

9)      Pernafasan
Gejala : Dispnea saat bekerja.
Tanda : Mengi

10)  Keamanan
Gejala : Riwayat transfusi.
Tanda : Demam ringan, gangguan penglihatan.

11)  Seksualitas
Gejala : Kehilangan libido.
(Doenges, E, Marilynn, 2000, hal : 582 – 585).

b)     Pemeriksaan Penunjang
1)      Jumlah darah lengkap (JDL) : leukosit dan trombosit menurun.
2)      Retikulosit : jumlah dapat bervariasi dari 30 % – 50 %.
3)      Pewarnaan SDM : menunjukkan sebagian sabit atau lengkap.
4)      LED : meningkat
5)      Eritrosit : menurun
6)      GDA : dapat menunjukkan penurunan PO2
7)      Billirubin serum : meningkat
8)      LDH : meningkat
9)      TIBC : normal sampai menurun
10)  IVP : mungkin dilakukan untuk mengevaluasi kerusakan ginjal
11)  Radiografik tulang : mungkin menunjukkan perubahan tulang
12)  Rontgen : mungkin menunjukkan penipisan tulang.


c)       Klasifikasi Data

Data Subjektif :
a)      Keletihan / kelemahan.
b)      Nokturi.
c)      Nafsu makan menurun.
d)     Nyeri pada punggung.
e)      Sakit kepala.
f)       Berat badan menurun.
g)      Gangguan penglihatan.
Data Objektif :
a)      Konjungtiva pucat.
b)      Gelisah.
c)      Warna kulit pucat.
d)     Gangguan gaya berjalan.
e)      Tekanan darah menurun.
f)       Demam ringan.
g)      Eritrosit menurun.
h)      Bilirubin serumen : meningkat.
i)        JDL : leukosit dan trombosit menurun.
j)        LDH meningkat.
(Doenges E. Mariylnn, 2000, hal : 582 – 585).
3.1.2 Rencana Asuhan Keperawatan
a.     Diagnosa Keperawatan
Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien anemia sel sabit baik aktual maupun potensial adalah sebagai berikut :
1.      Nyeri berhubungan dengan diogsigenasi jaringan (Hb menurun).
2.      Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan fungsi / gangguan pada sum-sum tulang.
3.      Aktifitas intolerance berhubungan dengan kelemahan otot.
4.      Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan porsi makan tidak dihabiskan.
5.      Integritas kulit berhubungan dengan menurunnya aliran darah ke jaringan.
6.      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.
7.      Kecemasan / kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya.

b.    Rencana keperawatan
1.      Nyeri berhubungan dengan diogsigenasi jaringan (HB rendah)
Tujuan : Tidak merasakan nyeri,
Tindakan keperawatan :
a.       Kaji tingkat nyeri
Rasional : Dengan mengkaji tingkat nyeri dapat mempermudah dalam menentukan intervensi selanjutnya.
b.      Anjurkan klien teknik nafas dalam
Rasional : Dengan menarik nafas dalam memungkinkan sirkulasi O2 ke jaringan terpenuhi.
c.       Bantu klien dalam posisi yang nyaman
Rasional : Mengurangi ketegangan sehingga nyeri berkurang.
d.      Kolaborasi pemberian penambah darah
Rasional : Membantu klien dalam menaikkan tekanan darah dan proses penyembuhan.

2.      Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan fungsi / gangguan sumsum tulang
Tujuan : Perfusi jaringan adekuat
Tindakan keperawatan :
a.       Ukur tanda-tanda vital
Rasional : Untuk mengetahui derajat / adekuatnya perfusi jaringan dan menentukan intevensi selanjutnya.
b.      Tinggikan kepala tempat tidur klien
Rasional : Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler
c.       Pertahankan suatu lingkungan yang nyaman
Rasional : Vasekonstriksi menurunkan sirkulasi perifer dan menghindari panas berlebihan penyebab vasodilatasi.
d.      Anjurkan klien untuk menghentikan aktivitas bila terjadi kelemahan
Rasional : Stres kardiopulmonal dapat menyebabkan kompensasi.

3.      Aktivitas intolerance berhubungan dengan kelemahan otot
Tujuan : aktifitas toleransi, dengan kriteria : klien bisa melakukan aktivitas sendiri.
Tindakan keperawatan :
a.       Kaji tingkat aktifitas klien
Rasional : Untuk mengetahui aktivitas yang dilakukan klien dan untuk menetukan intervensi selanjutnya.
b.      Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan klien
Rasional : Untuk membantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.
c.       Bantu pasien dalam melakukan latihan aktif dan pasif
Rasional : Untuk meningkatkan sirkulasi jaringan
d.      Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan ADLnya
Rasional : Dengan bantuan perawat dan keluarga klien dapat memenuhi kebutuhannya.
e.       Berikan lingkungan tenang
Rasional : Meningkatkan istirahat untuk menurunkan regangan jantung dan paru.
4.      Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan porsi makan tidak dihabiskan
Tujuan : Nutrisi terpenuhi dengan kriteria : nafsu makan meningkat, porsi makan dihabiskan.
Tindakan keperawatan :
a.       Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai
Rasional : Mengidentifikasi efisiensi, menduga kemungkinan intervensi.
b.      Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering dan bervariasi
Rasional : Pemasukan makanan atau menambah kekuatan dan diberikan sedikit-sedikit agar pasien tidak merasa bosan.
c.       Beri HE tentang pentingnya makanan atau gizi
Rasional : Makanan yang bergizi dapat mempercepat penyembuhan penyakitnya.
d.      Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : Mengawasi penurunan BB atau efektivitas intervensi nutrisi.
e.       Penatalaksanaan pemberian vitamin B1.
Rasional : Vitamin bisa menambah nafsu makan.
f.       Konsul pada ahli gizi
Rasional : Membantu dalam membuat rencana diit untuk memenuhi kebutuhan individu.

5.      Gangguan integritas kulit berhubungan dengan menurunnya aliran darah ke jaringan
Tujuan : Mempertahankan integritas kulit dengan kriteria : kulit segar, sirkulasi darah lancar
Tindakan keperawatan :
a.       Kaji integritas kulit, catat pada perubahan turgor, gangguan warna
Rasional : Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi dan imobilitas
b.      Anjurkan permukaan kulit kering dan bersih
Rasional : Area lembab, terkontamiansi memberikan media yang sangat baik untuk pertumbuhan organisme patogenik
c.       Ubah posisi secara periodik
Rasional : Meningkatkan sirkulasi ke semua area kulit membatasi iskemia jaringan / mempengaruhi hipoksia selular.
d.      Tinggikan ekstremitas bawah bila duduk
Rasional : Meningkatkan aliran balik vena menurunkan statis vena / pembentukan edema.

6.      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit
Tujuan : Mencegah / menurunkan resiko infeksi
Tindakan keperawatan :
a.       Berikan perawatan kulit
Rasional : Menurunkan resiko kerusakan kulit / jaringan dan infeksi
b.      Dorong perubahan posisi / ambulasi yang sering
Rasional : Meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan membantu mobilisasi sekresi
c.       Tingkatkan masukan cairan adekuat
Rasional : Membantu dalam mengencerkan sekret pernafasan untuk mempermudah pengeluaran dan mencegah statis cairan tubuh.
d.      Pantau suhu, catat adanya menggigil dan takikardia
Rasional : Adanya proses inflamasi / infeksi membutuhkan evaluasi / pengobatan.

7.      Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya
Tujuan : Memahami tentang penyakitnya, mau menerima keadaan penyakitnya, klien tidak bertanya tentang penyakitnya
Tindakan keperawatan :
a.       Berikan informasi tentang penyakitnya
Rasional : Memberikan dasar pengetahuan sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat, menurunkan ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program terapi
b.      Kaji pengetahuan pasien tentang penyakitnya
Rasional : Memberi pengetahuan berdasarkan pola kemampuan klien untuk memilih informasi
c.       Dorong mengkonsumsi sedikitnya 4 – 6 liter cairan perhari
Rasional : Mencegah dehidrasi dan konsekuensi hiperviskositas yang dapat membuat sabit/krisis.
d.      Dorong latihan rentang gerak dan aktivitas fisik teratur dengan keseimbangan antara aktivitas dan istirahat
Rasional : Mencegah demineralisasi tulang dan dapat menurunkan resiko fraktur.

3.2   Pengkajian Keperawatan Thalasemia

3.2.1    Pengkajian
1.      Identitas   : Nama, umur, jenis kelamin  
2.      Keluhan utama : Kulitnya kuning dan perutnya kelihatan  membesar selama satu minggu disertai pucat pada mukanya, hilangnya nafsu makan dan kadang mual.
3.       Riwayat kesehatan sekarang : Thalasemia.
4.      Pemeriksaan fisik :
-           Wajah        : Muka pucat.
-            Abdomen  : Perut membesar karena pembesaran limpa dan hati.
5.      Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan darah, umumnya didapatkan hasil :
a.       Hb dan eritrosit menurun.
b.      Leukosit : menurun.
c.       Thrombosit: menurun (thrombositopeni).
d.      Plasma menurun.

No.
Data focus
Etiologi
Problem
1
DS :
Pucat
DO :
Hasil laboratorium: Hb dan eritrosit menurun, leukosit menurun, trombosit menurun (trombositopeni).

Rendahnya eritrosit dan Suplai oksigen yang menjadi kurang.

Perubahan Perfusi jaringan
2
DS :
Perutnya membesar
DO :
Pembesaran limpa dan hati

Peningkatan Fe dalam darah

Intoleransi aktivitas
3


DS :
kulit pucat kekuning-kuningan
DO :
Kulit pucat

penimbunan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).

Gangguan integritas kulit



4
DS :
Berat badannya semakin turun
nafsu makan turun
mual
DO :
anoreksia

Penekanan ruang abdomen

Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


ANALISA DATA

3.2.2    Rencana Asuhan Keperawatan
*    Diagnosa Keperawatan
1.      Perubahan Perfusi jaringan b.d berkurangnya komponen seluler yang penting untuk menghantarkan oksigen atau zat nutrisi ke sel
2.      Intoleransi aktivitas b.d tidak seimbangnya kebutuhan pemakaian dan suplai oksigen
3.      Gangguan integritas kulit b.d peningkatan jumlah Fe dalam tubuh
4.      Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, anoreksia

*      Tujuan
1.      Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan klien mampu mempertahankan perfusi jaringan adekuat di tandai dengan kriteria hasil: Nadi perifer teraba, kulit hangat atau kering, tidak terjadi sianosis
2.      Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan klien mampu melakukan aktivitas sehari-hari, dengan kriteria hasil : anak bermain dan beristirahat dengan tenang serta dapat melakukan aktivitas sesuai kemampuan.
3.      Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan klien mampu : menunjukkan regenerasi jaringan, mencapai penyembuhan tepat waktu.
4.      Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan klien mampu :  Menunjukkan adanya peningkatan berat badan,   nafsu makan anak meningkat, anak mengkonsumsi jumlah makanan yang bernutrisi.

*      Intervensi

1)      Diagnosa I :
·         Awasi tanda vital, palpasi nadi perifer.
·         Lakukan pengkajian neurofaskuler periodik, misalnya sensasi, gerakan nadi, warna kulit atau suhu
·         Berikan  oksigenasi sesuai dengan indikasi
2)      Diagnosa II :
·         Kaji toleransi fisik anak dan bantu anak dalam aktivitas sehari-hari yang melebihi toleransi anak
·         Berikan anak aktivitas pengalihan misalnya bermain
·         Berikan anak periode tidur dan istirahat sesuai kondisi dan usia

3)      Diagnosa III :
·         Kaji cacat ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan dan kondisi adanya luka
·         Berikan perawatan luka jika terdapat luka dan tindakan kontrol infeksi
·         Pertahankan posisi yang diinginkan dan mobilisasi area bila diindikasikan
·         Evaluasi warna sisi adanya luka perhatikan adanya atau tidak adanya penyembuhan 
·         Berikan makanan yang disukai anak yang mengandung protein
·         Batasi makan-makanan yang banyak mengandung Fe
·         Tingkatkan masukan peroral pada anak

4)      Diagnosa IV :
·         Berikan makanan yang bergizi (TKTP)
·         Berikan minuman yang bergizi pada anak misalnya susu
·         Berikan anak porsi makan yang sedikit tapi dengan lauk yang bervariasi misalnya: pagi telur siang daging
·         Berikan suplement atau vitamin pada anak
·         Berikan lingkungan yang menyenangkan, bersih dan rileks pada saat makan misalnya makan ditaman

*      Kolaborasi
o   Berikan pengikat zat besi (desferoxamine) Selama 10 jam 5x seminggu
o   Vitamin C 100-250 mg sehari selama pemberian kelasi besi
o   Asam folat 2-5 mg/hari
o   Vitamin E 200-400 IU setiap hari

*      Rasionalisasi
Diagnosa I :
·         Indikator umum status sirkulasi dan keadekuatan sirkulasi
·         Untuk mengetahui status kesadaran klien
·         Untuk mensuplai kebutuhan organ tubuh

Diagnosa II :
·         Menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien
·         Aktivitas pengalihan dapat membantu anak melakukan aktivitas sesuai kemampuan
·         Istirahat yang cukup berguna untuk mempercepat pemulihan kebutuhan anak

Diagnosa III :
·         Memberikan informasi dasar tentang penanaman dan kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi darah
·         Menurunkan resiko infeksi infeksi
·         Gerakan jaringan dibawah dapat mengubah posisi mempengaruhi penyembuhan optimal
·         Mengevaluasi keefektifan sirkulasi dan mengidentifikasi terjadinya komplikasi
·         Perbaikan nutrisi akan mempercepat  penyembuhan luka pada anak
·         Menguerangi jumlah Fe dalam tubuh
·         Untuk mengimbangi dengan  jumlah Fe yang tinggi dalam darah

Diagnosa IV :
·         Untuk memenuhi kebutuhan tubuh, untuk mempercepat pemulihan
·         Untuk memenuhi kekurangan kalori
·          Merangsang nafsu makan
·         Memudahkan absorbsi makanan
·         Meningkatkan nafsu makan anak
·         Karena transfusi itu sendiri menyebabkan kelebihan zat besi sehingga perlu pemberian pengikat zat besi
·         Untuk meningkatkan efek kelasi besi
·         Untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat
·         Sebagai anti oksidan dan dapat memperpanjang umur sel darah merah

BAB IV
PENUTUP

4.1            Kesimpulan
Penyakit Sel Sabit (sickle cell disease) adalah suatu penyakit keturunan yang ditandai dengan sel darah merah yang berbentuk sabit dan anemia hemolitik kronik.Penyakit sel sabit/ anemia sel sabit merupakan gangguan genetik resesif autosomal, yaitu individu memperoleh hemoglobin sabit (hemoglobin S) dari kedua orangtua. Hal-hal yang dapat menjadi penyebab anemia sel sabit adalah infeksi, disfungsi jantung, disfungsi paru, anastesi umum, dataran tinggi, dan menyelam..
Thalassemia merupakan penyakit genetik yang disebabkan oleh ketidaknormalan pada protein globin yang terdapat di gen. Jika globin alfa yang rusak maka penyakit itu dinamakan alfa-thalassemia dan jika globin beta yang rusak maka penyakit itu dinamakan alfa thalassemia. Gejala yang terjadi dimulai dari anemia hingga osteoporosis. Thalassemia harus sudah diobati sejak dini agar tidak berdampak fatal. Pengobatan yang dilakukan adalah dengan melakukan transfusi darah, meminum beberapa suplemen asam float dan beberapa terapi.

4.2             Saran
Karena penyakit dapat menimbulkan krisis yang berbahaya, mereka yang mengidap anemia sel sabit perlu bekerja keras untuk mempertahankan kesehatan yang baik. Mereka dapat melakukan hal ini dengan menjaga kebersiahn pribadi, dengan menghindari aktivitas yang berat yang berkepanjangan, dan dengan mengkonsumsi makanan yang seimbang dan baik. Para penderita anemia sel sabit hendaknya juga melakukan pemeriksaan medis yang teratur.Jika penderita anemia sel sabit sering melakukan pemeriksaan medis dengan teratur, maka ini memungkinkan banyak penderita anemia sel sabit untuk hidup secara normal.
Dengan mengetahui konsep dasar dan asuhan keperawatan pada pasien anemia sel sabit, diharapkan dalam memberikan pelayanan kesehatan harus secara profesional dan komprehensif sehingga meminimalkan kemungkinan terjadi komplikasi.
Untuk Thalassemia harus sudah didiagnosis sejak dini dan diharapkan kepada penderita agar peduli terhadap penyakitnya. Karena gejala awalnya seperti anemia biasa, maka gejala tersebut jangan diabaikan dan lakukan pengobatan sejak dini serta konsultasikan kepada dokter. Untuk menghindari resiko akibat penyakit thalassemia, Pemerintah diharapkan agar menghimbau dan memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat mengenai penyakit thalassemia dengan jelas dan bagaimana penanggulangan yang tepat.




                         DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasiaan Perawatan Pasien. EGC: Jakarta
Price, Sylvia A. 2006. Patofisisologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1. EGC: Jakarta
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Volume 2.EGC: Jakarta
Arif Mansjoer, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3.Jakarta : Media Aesculapius, 2000
Children's Hospital & Research Center Oakland. 2005. “What is Thalassemia and Treating Thalassemia”.

National Hearth Lung and Blood Institute. 2008. ”Thalassemias”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar