TUGAS KELOMPOK
Keperawatan Tropis IV
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DENGAN
KOMPLIKASI DENGUE SYOK SINDROM (DSS)”
Disusun Oleh :
KELOMPOK I
1.
ANDREAS V. MIRINO (NIM.0101040031)
2.
FERI TRI
ARTANTO (NIM.0101040021)
3.
HALVIZAH
H (NIM.0101040076)
4.
JOHN L.
TATIPATA (NIM.0101040009)
5.
NUR ROKHMAN
WAKHID (NIM.0101040122)
6.
RAMADHAN
TRYBAHARI S (NIM.0101040078)
Dosen
Pengampuh : Lamrias Situmeang,
S.Kep,.Ns
PROGRAM STUDI
ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS
CENDERAWASIH
JAYAPURA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Penyakit
Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi virus Dengue yang ditularkan oleh
nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus. Virus Dengue termasuk genus
Flavivirus, famili Flaviviridae, yang dibedakan menjadi 4 serotipe yaitu DEN 1,
DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Keempat serotipe virus ini terdapat di Indonesia dan
dilaporkan bahwa serotipe virus DEN 3 sering menimbulkan wabah, sedang di
Thailand penyebab wabah yang dominan adalah virus DEN 2 (Syahrurahman A et al.,
1995). Penyakit ini ditunjukkan dengan adanya demam secara tiba-tiba 2-7 hari,
disertai sakit kepala berat, sakit pada sendi dan otot (myalgia dan arthralgia)
dan ruam merah terang, petechie dan biasanya muncul dulu pada bagian bawah
badan menyebar hingga menyelimuti hampir seluruh tubuh. Radang perut bisa juga
muncul dengan kombinasi sakit di perut, rasa mual, muntah-muntah atau diare
(Soewandoyo E., 1998).
Wabah Dengue pertama
kali ditemukan di dunia tahun 1635 di Kepulauan Karibia dan selama abad 18, 19
dan awal abad 20, wabah penyakit yang menyerupai Dengue telah digambarkan
secara global di daerah tropis dan beriklim sedang. Vektor penyakit ini
berpindah dan memindahkan penyakit dan virus Dengue melalui transportasi laut.
Seorang pakar bernama Rush telah menulis tentang Dengue berkaitan dengan break
bone fever yang terjadi di Philadelphia tahun 1780. Kebanyakan wabah ini secara
klinis adalah demam Dengue walaupun ada beberapa kasus berbentuk haemorrhargia.
Penyakit DBD di Asia Tenggara ditemukan pertama kali di Manila tahun 1954 dan
Bangkok tahun 1958 (Soegijanto S., Sustini F, 2004) dan dilaporkan menjadi
epidemi di Hanoi (1958), Malaysia (1962-1964), Saigon (1965), dan Calcutta
(1963) (Soedarmo, 2002).
DBD di Indonesia
pertama kali ditemukan di Surabaya tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru
diperoleh tahun 1970. Kasus pertama di Jakarta dilaporkan tahun 1968, diikuti
laporan dari Bandung (1972) dan Yogyakarta (1972) (Soedarmo, 2002). Epidemi
pertama di luar Jawa dilaporkan tahun 1972 di Sumatera Barat dan Lampung,
disusul Riau, Sulawesi Utara, dan Bali (1973), serta Kalimantan Selatan dan
Nusa Tenggara Barat (1974). DBD telah menyebar ke seluruh provinsi di Indonesia
sejak tahun 1997 dan telah terjangkit di daerah pedesaan (Suroso T, 1999).
Angka kesakitan rata-rata DBD di Indonesia terus meningkat dari 0,05 (1968)
menjadi 8,14 (1983), dan mencapai angka tertinggi tahun 1998 yaitu 35,19 per
100.000 penduduk dengan jumlah penderita sebanyak 72.133 orang (Soegijanto S.,
2004).
Selama
awal tahun epidemi di setiap negara, penyakit DBD ini kebanyakan menyerang
anak-anak dan 95% kasus yang dilaporkan berumur kurang dari 15 tahun. Walaupun
demikian, berbagai negara melaporkan bahwa kasus-kasus dewasa meningkat selama
terjadi kejadian luar biasa (Soegijanto S., 2004).
1.2 Perumusan
Masalah
1.
Apa pengertian dari Dengue Shock Syndrome (DSS)?
2.
Bagaimana etiologi dari Dengue Shock Syndrome (DSS)?
3.
Bagaimana patofisiologidari Dengue Shock Syndrome (DSS)?
4.
Bagaimana manifestasi klinis dari Dengue Shock Syndrome (DSS)?
5.
Bagaimana klasifikasi dari Dengue Shock Syndrome (DSS)?
6.
Bagaimana pemeriksaan penunjang dari Dengue Shock Syndrome (DSS)?
7.
Bagaimana penatalaksanaan medis dari Dengue Shock Syndrome (DSS)?
8.
Bagaimana asuhan keperawatan dari Dengue Shock Syndrome (DSS)?
1.3 Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian dari Dengue Shock Syndrome (DSS).
2.
Untuk mengetahui etiologi dari Dengue Shock Syndrome (DSS).
3.
Untuk mengetahui patofisiologi dari Dengue Shock Syndrome (DSS).
4.
Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Dengue Shock Syndrome (DSS).
5.
Untuk mengetahui klasifikasi
dari Dengue Shock Syndrome (DSS).
6.
Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Dengue Shock Syndrome (DSS).
7.
Untuk mengetahui penatalaksanaan medis dari Dengue Shock Syndrome (DSS).
8.
Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari Dengue Shock Syndrome (DSS).
BAB II
KONSEP MEDIS
2.1 Pengertian
Dengue Fever (DF) adalah penyakit demam akut selama
2-7 hari dengan dua atau lebih manifestasi berikut: nyeri kepala, nyeri perut,
mual, muntah, nyeri retro orbital, myalgia, atralgia, ruam kulit, hepatomegali,
manifestasi perdarahan, dan lekopenia.
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut
yang disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi
mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer
&Suprohaita; 2000).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang
disebabkan oleh Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. (Ngastiyah, 1995).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit infeksi
yang disebabkan oleh virus dengue dengan tipe I – IV dengan infestasi klinis
dengan 5 – 7 hari disertai gejala perdarahan dan jika timbul tengatan angka
kematiannya cukup tinggi (UPF IKA, 1994).
Dengue Hemoragik Fever (DHF) adalah kasus demam
dengue dengan kecenderungan perdarahan dan manifestasi kebocoran plasm. Demam
berdarah dengue atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah demam dengue yang
disertai dengan pembesara hati dan manifestasi perdarahan. Demam Berdarah
Dengue (BDB) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh virus Dengue Family Flaviviride, dengan genusnya adalah Flavivirus.
Virus mempunyai empat serotype yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan
DEN-4. Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang
berbeda-beda tergantung dari sterotipe virus dengue. Mordibitas penyakit DBD
menyebar di negara-negara tropis dan sub tropis. Di setiap Negara penyakit DBD
mempunyai manifestasi klinik yang berbeda.
Dengue Shock Syndrome (SSD) / Dengue Syok Sindrom
(DSS) adalah kasus deman berdarah dengue disertai dengan manifestasi kegagalan
sirkulasi/ syok/ renjatan. Dengue Shok Syndrome (DSS) adalah sindroma syok yang
terjadi pada penderita Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah
Dengue (DBD).
Dengue Shok Syndrome bukan saja merupakan suatu
permasalahan kesehatan masyarakat yang menyebar dengan luas dan tiba-tiba, tetapi
juga merupakan permasalahan klinis. Karena 30 – 50 % penderita demam berdarah
dengue akan mengalami renjatan dan berakhir dengan suatu kematian terutama bila
tidak ditangani secara dini dan adekuat.
2.2
Etiologi
1. Virus
dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab
penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi
dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1, 2, 3 dan 4 keempat tipe virus dengue
tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya
secara serologis virus dengue yang termasuk dalam genus flavivirus ini
berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam
kultur jaringan baik yang berasal dari sel-sel mamalia misalnya sel BHK (Babby
Homster Kidney) maupun sel-sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus.
(Soedarto, 1990).
2. Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4
yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes
albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang
kurang berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi
seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan
terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer & Suprohaita; 2000;
420).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes
Albopictus merupakan vektor penularan virus dengue dari penderita kepada orang
lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di
daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk
tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan
Air bersih yang terdapat bejana-bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes
Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang-lubang pohon di dalam
potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya (Aedes
Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang
hari terutama pada waktu pagi hari dan senja hari. (Soedarto, 1990).
3. Host
Jika seseorang mendapat infeksi
dengue untuk pertama kalinya maka ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik
tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue
yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever
(DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue
tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan
pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya
jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta.
(Soedarto, 1990).
2.3
Patofisiologi
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan
menimbulkan virtemia. Hal tersebut menyebabkan pengaktifan complement sehingga
terjadi komplek imun Antibodi – virus pengaktifan tersebut akan membetuk dan
melepaskan zat (C3a, C5a, bradikinin, serotinin, trombin, Histamin), yang akan
merangsang PGE2 di Hipotalamus sehingga terjadi termo regulasi instabil yaitu
hipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air sehingga terjadi
hipovolemi. Hipovolemi juga dapat disebabkan peningkatkan permeabilitas dinding
pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran palsma. Adanya komplek imun antibodi
– virus juga menimbulkan Agregasi trombosit sehingga terjadi gangguan fungsi
trombosit, trombositopeni, coagulopati. Ketiga hal tersebut menyebabkan
perdarahan berlebihan yang jika berlanjut terjadi shock dan jika shock tidak
teratasi terjadi Hipoxia jaringan dan akhirnya terjadi Asidosis metabolik.
Asidosis metabolik juga disebabkan karena kebocoran plasma yang akhirnya tejadi
perlemahan sirkulasi sistemik sehingga perfusi jaringan menurun jika tidak
teratasi terjadi hipoxia jaringan.
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari.
Virus hanya dapat hidup dalam sel yang hidup, sehingga harus bersaing dengan
sel manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat
tergantung pada daya tahan tubuh manusia.sebagai reaksi terhadap infeksi
terjadi (1) aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilaktosin
yang menyebabkan peningkatan permiabilitas kapiler sehingga terjadi perembesan
plasma dari ruang intravaskular ke ekstravaskular, (2) agregasi trombosit
menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan menyebabkan kelainan fungsi
trombosit sebagai akibatnya akan terjadi mobilisasi sel trombosit muda dari sumsum
tulang dan (3) kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang atau
mengaktivasi faktor pembekuan.
Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan (1) peningkatan
permiabilitas kapiler; (2) kelainan hemostasis, yang disebabkan oleh
vaskulopati; trombositopenia; dan kuagulopati (Arief Mansjoer &Suprohaita;
2000).
2.4
Manifestasi Klinis
1.
Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari
kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan
berlangsung demam, gejala-gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia.
Nyeri punggung, nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat
menyetainya. (Soedarto, 1990).
2.
Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam
dan umumnya terjadi pada kulit dan dapat berupa uji tocniguet yang positif
mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura.
(Soedarto, 1990). Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran
cerna bagian atas hingga menyebabkan haematemesis. (Nelson, 1993). Perdarahan
gastrointestinal biasanya di dahului dengan nyeri perut yang hebat. (Ngastiyah,
1995).
3.
Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba,
meskipun pada anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan
dari hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan
tejadi renjatan pada penderita . (Soederta, 1995).
4.
Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak
sakitnya penderita, dimulai dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu
kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis
disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukan
prognosis yang buruk. (Soedarto, 1995).
Selain tanda dan gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat
penyakitnya, tanda dan gejala lain adalah :
·
Hati membesar, nyeri spontan yang
diperkuat dengan reaksi perabaan.
·
Asites.
·
Cairan dalam rongga pleura (kanan).
·
Ensephalopati : kejang, gelisah,
sopor koma.
Gejala klinik lain yaitu nyeri epigasstrium, muntah –
muntah, diare maupun obstipasi dan kejang – kejang. (Soedarto, 1995).
2.5
Klasifikasi
Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever
(DHF) dibagi menjadi 4 tingkat (UPF IKA, 1994 ; 201) yaitu :
1.
Derajat
I
Panas 2 –
7 hari , gejala umum tidak khas, uji taniquet hasilnya positif.
2.
Derajat
II
Sama
dengan derajat I di tambah dengan gejala-gejala pendarahan spontan seperti
petekia, ekimosa, epimosa, epistaksis, haematemesis, melena, perdarahan gusi
telinga dan sebagainya.
3.
Derajat
III
Penderita
syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan
cepat (> 120 / menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg) tekanan darah
menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg.
4.
Derajat
IV
Nadi tidak
teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > – 140 mmHg) anggota
gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya
menjadi 4 golongan, yaitu :
a.
Derajat
I
Demam
disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji
tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
b.
Derajat
II
Sama
dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti
petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
c.
Derajat
III
Ditandai
oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (> 120
mmHg), tekanan darah £ 120
x/mnt ) tekanan nadi sempit (0/0) ® 80/0 ® 80/70 ® 90/70 ® 120/110 ® 120/100 ® menurun,
(120/80).
d.
Derajat
IV
Nadi tidak
teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung ³ 140x/mnt)
anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
Derajat (WHO 1997) :
a. Derajat
I : Demam dengan test rumple leed
positif.
b. Derajat
II : Derajat I disertai dengan
perdarahan spontan dikulit atau perdarahan lain.
c. Derajat
III : Ditemukan kegagalan sirkulasi,
yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun/ hipotensi disertai dengan
kulit dingin lembab dan pasien menjadi gelisah.
d. Derajat
IV : Syock berat dengan nadi yang
tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
2.6
Pemeriksaan Penunjang
1.
Hasil laboratorium
· Trombosit menurun <100.000/ μ
(pada hari sakit ke 3 – 7
· Hematokrit meningkat 20% atau lebih
· Albumin cenderung menurun
· SGOT, SGPT sedikit meningkat
· Asidosis metabolik pada lab BGA
(pc02 < 35 – 40 mmHg, HCO3 menurun.
· Dengue blat 19m positif 19G positif
pada hari ke 6.
· NS 1 positif
2.
Foto rontgen
Pemeriksaan
foto thorax RLD (Right Lateral Dext) :
-
Efusi
Pleura (PEI ………%)
3.
USG
Pada
pemeriksaan USG biasanya ditemukan :
· Asites dan Efusi pleura
· Hepatomegali
2.7
Penatalaksaan Medis
Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF)
menurut UPF IKA, 1994 ; 203 – 206 adalah :
1.
Hiperpireksia
(suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan “surface cooling”.
Antipiretik yang dapat diberikan ialah golongan asetaminofen,asetosal tidak
boleh diberikan pada :
-
Umur
6 – 12 bulan : 60 mg / kali, 4 kali sehari.
-
Umur
1 – 5 tahun : 50 – 100 mg, 4 sehari.
-
Umur
5 – 10 tahun : 100 – 200 mg, 4 kali sehari.
-
Umur
10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari.
2.
Infus
cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB
< 10 kg atau 50 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 10 kg bersama
– sama di berikan minuman oralit, air bauh susu secukupnya.
3.
Untuk
kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum sebanyak – banyaknya
dan sesering mungkin.
4.
Apabila
anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang harus
diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu 24 jam
yang diestimasikan sebagai berikut :
-
100
ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 kg.
-
75
ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26 – 30 kg.
-
60
ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31 – 40 kg.
-
50
ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41 – 50 kg.
5. Obat-obatan lain :
- Antibiotika apabila ada infeksi
sekunder lain.
- Antipiretik untuk anti panas.
- Darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan
hebat.
Sedangkan penatalaksanaan Dengue
Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA, 1994 adalah :
1. Belum atau tanpa renjatan (Grade I
dan II) :
Hiperpireksia
(suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan “surface cooling”.
Antipiretik yang dapat diberikan ialah golongan asetaminofen, asetosal tidak
boleh diberikan pada :
- Umur 6 – 12 bulan : 60 mg / kaji, 4
kali sehari.
- Umur 1 – 5 tahun : 50 – 100 mg, 4
sehari.
- Umur 5 – 10 tahun : 100 – 200 mg, 4
kali sehari
- Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4
kali sehari
Terapi cairan :
1) Infus cairan ringer laktat dengan
dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 kg atau 50 ml / kg BB /
hari untuk anak dengan BB < 10 10 kg bersama – sama di berikan minuman
oralit, air bauh susu secukupnya
2) Untuk kasus yang menunjukan gejala
dehidrasi disarankan minum sebanyak-banyaknya dan sesering mungkin.
3) Apabila anak tidak suka minum sama
sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang harus diberikan sesuai dengan
kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu 24 jam yang diestimasikan sebagai
berikut :
-
100
ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 kg.
-
75
ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26 – 30 kg.
-
60
ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31 – 40 kg.
-
50
ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41 – 50 kg.
-
Obat-obatan
lain : antibiotika apabila ada infeksi lain, antipiretik untuk anti panas,
darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan hebat.
2.
Dengan
Renjatan (Grade III)
:
1) Berikan infus Ringer Laktat 20
mL/KgBB/1 jam
Apabila
menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari 80 mmHg dan nadi teraba dengan
frekuensi kurang dari 120/mnt dan akral hangat) lanjutkan dengan Ringer Laktat
10 mL/KgBB/1jam. Jika nadi dan tensi stabil lanjutkan infus tersebut dengan
jumlah cairan dihitung berdasarkan kebutuhan cairan dalam kurun waktu 24 jam
dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi dengan sisa waktu (24 jam dikurangi
waktu yang dipakai untuk mengatasi renjatan). Perhitungan kebutuhan cairan
dalam 24 jm diperhitungkan sebagai berikut :
-
100
ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 kg.
-
75
ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26 – 30 kg.
-
60
ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31 – 40 kg.
-
50
ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41 – 50 kg.
2) Apabila satu jam setelah pemakaian
cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam keadaan tensi masih terukur kurang dari 80 mmHg dan
andi cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut memperoleh plasma atau
plasma ekspander (dextran L atau yang lainnya) sebanyak 10 mL/ Kg BB/ 1 jam dan
dapat diulang maksimal 30 mL/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam. Jika keadaan umum
membai dilanjutkan cairan RL sebanyk kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi
cairan yang sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
3) Apabila satu jam setelah pemberian
cairan Ringer Laktat 10 mL/Kg BB/ 1 jam keadaan tensi menurun lagi, tetapi
masih terukur kurang 80 mmHg dan nadi cepat lemah, akral dingin maka penderita
tersebut harus memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya)
sebanyak 10 Ml/Kg BB/ 1 jam. Dan dapat diulang maksimal 30 mg/Kg BB dalam kurun
waktu 24 jam.
Bila pasien sudah masuh dalam tahap
DSS (Dengue Syok Syndrom) yaitu pada grade 3 atau 4 maka penatalaksanaan yang
terpentingadalah pengelolaan cairan diantaranya adalah : Resusitasi volume pada DSS à Pilihan cairan colume intra
verkuler dan kemampuan menyumpal vaskuler. Cepat mempertahankan volume
vaskuler, bertahan lama didalam intra vaskuler sehingga cepat mengatasi syok.
Hal – hal yang perlu dipertahankan
dalam tubuh / cairan pada DSS :
1)
Kristaloid
· R / C
· NacL 0,9%
Tujuan :
memperbaiki volume extra vaskuler seperti pada diare akut dengan dehidrasi.
2)
Koloid
· HES
· Wida HES
· Voluven
· Fima HES, dll.
Efek yang menguntungkan
:
- Dapat meningkatkan ankotik plasma.
- Dapat meningkatkan volume darah.
- Dapat membatasi kebocoran vaskuler
3) Kolaborasi
Medis àPemberian terapi /oksigen.
4)
Transfusi komponen darah
· Komponen yang biasa dipakai FFP : 15
cc / kg BB.
· Bila terdapat trombositopeni beratàTrombosit konsentrit (Trombo < 30.000
/ m3).
5)
Obat – Obatan (Kolaborasi Medis)
· Pemberian Antibiotika
· Pemberian obat antipiretik
· Imunoglobolin intravena (Gamaras)
· Bichat à Bila
asidosis metabolik
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Identitas : Umur,
Alamat (daerah endemis, lingkungan rumah / sekolah ada yang terkena DB)
b. Riwayat Kesehatan
1)
Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat
pengkajian) : panas, muntah, epistaksis, pendarahan gusi.
2)
Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang
diderita pasien saat masuk rumah sakit) : kapan mulai panas?
3)
Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang
sama atau penyakit lain yang pernah diderita oleh pasien)
4)
Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang
sama atau penyakit lain yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain
baik bersifat genetic atau tidak)
5)
Riwayat tumbuh kembang: adakah keterlambatan tumbuh
kembang?
6)
Riwayat imunisasi
c.
Pemeriksaan
Fisik
1)
Keadaan umum : kesadaran, vital sign, status nutrisi
(berat badan, panjang badan, usia)
2)
Pemeriksaan per system
a)
System persepsi sensori :
-
Penglihatan : edema palpebra, air mata ada/tidak,
cekung/normal
-
Pengecapan : rasa haus meningkat/tidak, tidak
lembab/kering
b)
System persyarafan : kesadaran, menggigil, kejang,
pusing
c)
System pernafasan : epistaksis, dispneu, kusmaul,
sianosis, cuping hidung, odem pulmo, krakles
d)
System kardiovaskuler : takikardi, nadi lemah dan
cepat/tak teraba, kapilary refill lambat, akral hangat/dingin, epistaksis,
sianosis perifer, nyeri dada
e)
System gastrointestinal :
-
Mulut : membrane mukosa lembab/kering, pendarahan
gusi
-
Perut : turgor?, kembung/meteorismus, distensi,
nyeri, asites, lingkar perut?
-
Informasi tentang tinja : warna (merah, hitam),
volume, bau, konsistensi, darah, melena
f)
System integument : RL test (+)?, petekie, ekimosis,
kulit kering/lembab, pendarahan bekas tempat injeksi?
g)
System perkemihan : bak 6 jam terakhir,
oliguria/anuria
d.
Pola
Fungsi Kesehatan
1)
Pola persepsi dan pemeliharaan kesenian : sanitasi?
2)
Pola nutrisi dan metabolism : anoreksi, mual, muntah
3)
Pola eliminasi :
-
Bab : frekuensi, warna (merah?, hitam?),
konsistensi, bau, darah
-
Bak : frekuensi, warna, bak 6 jam terakhir?,
oliguria, anuria
4)
Pola aktifitas dan latihan
5)
Pola tidur dan istirahat
6)
Pola kognitif dan perceptual
7)
Pola toleransi dan koping stress
8)
Pola nilai dan keyakinan
9)
Pola hubungan dan peran
10)
Pola seksual dan reproduksi
11)
Pola percaya diri dan konsep diri
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus
dengue (viremia).
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler.
3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan intake inadekuat.
4. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan
permeabilitas membran meningkat.
5. Resiko cedera (perdarahan) berhubungan dengan
trombisitopenia.
3.3 Intervensi
1. Hipertermi berhubungan dengan Proses Infeksi Virus
Dengue (Viremia)
v Tujuan
: Suhu tubuh normal kembali setelah mendapatkan tindakan perawatan.
v Kriteria
hasil : Suhu tubuh antara 36 – 37 °C, membran
mukosa basah, nadi dalam batas normal (80 – 100 x/mnt), Nyeri otot hilang.
v Intervensi
:
a. Berikan
kompres (air biasa / kran). Rasional : mengurangi panas dengan pemindahan panas
secara konduksi. Air hangat mengontrol pemindahan panas secara perlahan tanpa
menyebabkan hipotermi atau menggigil.
b. Berikan
/ anjurkan pasien untuk banyak minum 1500 – 2000 cc/hari (sesuai toleransi).
Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi.
c. Anjurkan
keluarga agar mengenakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat pada
klien. Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap
keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.
d. Observasi
intake dan output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam sekali
atau lebih sering. Rasional : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta
mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital
merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
e. Kolaborasi
: pemberian cairan intravena dan pemberian obat antipiretik sesuai program.
Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh yang
tinggi. Obat khususnya untuk menurunkan panas tubuh pasien.
2. Kekurangan
Volume Cairan berhubungan dengan Perpindahan Cairan Dari Intravaskuler Ke
Ekstravaskuler
v Tujuan
: Tidak terjadi devisit voume cairan / Tidak terjadi syok hipovolemik.
v Kriteria
: Input dan output seimbang, Vital sign dalam batas normal (TD 100/70 mmHg, N:
80 – 120 x/mnt), Tidak ada tanda presyok, Akral hangat, Capilarry refill < 3
detik, Pulsasi kuat.
v Intervensi
:
a. Observas
vital sign tiap 3 jam / lebih sering. Rasional : Vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi
cairan intravaskuler
b. Observasi
capillary Refill.Rasional
: Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer
c. Observasi
intake dan output. Catat jumlah, warna, konsentrasi, BJ urine. Rasional : Penurunan haluaran urine
pekat dengan peningkatan BJ diduga dehidrasi.
d. Anjurkan
untuk minum 1500-2000 ml /hari (sesuai toleransi). Rasional : Untuk memenuhi kebutuhan
cairan tubuh peroral
e. Kolaborasi
: Pemberian cairan intravena, plasma atau darah. Rasional : Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk
mencegah terjadinya hipovolemic syok.
3. Ketidak Seimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan
Tubuh berhubungan dengan Intake In Adekuat
v Tujuan : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi.
v Kriteria : Tidak ada tanda-tanda malnutrisi, tidak
terjadi penurunan berat badan, Nafsu makan meningkat, porsi makanan yang
disajikan mampu dihabiskan klien, mual dan muntah berkurang.
v Intervensi :
a. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai.
Rasional : Mengidentifikasi
defisiensi, menduga kemungkinan intervensi.
b. Observasi dan catat masukan makanan pasien. Rasional : Mengawasi masukan
kalori/kualitas kekurangan konsumsi makanan.
c. Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan). Rasional : Mengawasi penurunan BB /
mengawasi efektifitas intervensi.
d. Berikan / Anjurkan pada klien untuk makanan sedikit
namun sering dan atau makan diantara waktu makan. Rasional : Makanan sedikit dapat
menurunkan kelemahan dan meningkatkan masukan juga mencegah distensi gaster.
e. Berikan dan Bantu oral hygiene. Rasional : Meningkatkan nafsu makan
dan masukan peroral.
f. Hindari makanan yang merangsang (pedas / asam) dan
mengandung gas. Rasional
: Menurunkan distensi dan iritasi gaster.
g. Jelaskan pada klien dan keluarga tentang penting
nutrisi/ makanan bagi proses penyembuhan.
h. Sajikan makanan dalam keadaan hangat.
i. Anjurkan pada klien untuk menarik nafas dalam jika
mual.
j. Kolaborasi dalam pemberian diet lunak dan rendah
serat.
k. Observasi porsi makan klien, berat badan dan keluhan
klien.
4. Resiko Syok Hipovolemik berhubungan dengan
Permeabilitas Membran Meningkat
v Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik.
v Kriteria : Tanda Vital dalam batas normal.
v Intervensi :
a. Monitor keadaan umum pasien. Rasional : Untuk memonitor kondisi
pasien selama perawatan terutama saat terjadi perdarahan. Perawat segera
mengetahui tanda-tanda presyok / syok.
b. Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih. Rasional : Perawat perlu terus
mengobaservasi vital sign untuk memastikan tidak terjadi presyok / shock.
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan,
dan segera laporkan jika terjadi perdarahan. Rasional : Dengan melibatkan psien dan keluarga maka
tanda-tanda perdarahan dapat segera diketahui dan tindakan yang cepat dan tepat
dapat segera diberikan.
d. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena. Rasional : Cairan intravena
diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan tubuh secara hebat.
e. Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombo. Rasional : Untuk mengetahui tingkat
kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien dan untuk acuan melakukan tindakan
lebih lanjut.
5. Resiko Cedera (Perdarahan) berhubungan dengan
Trombisitopenia
v Tujuan
: Tidak terjadi perdarahan selama dalam masa perawatan.
v Kriteria
: TD 100/60 mmHg, N: 80 – 100 x/menit reguler, pulsasi kuat, tidak ada
perdarahan spontan (gusi, hidung, hematemesis dan melena), trombosit dalam
batas normal (150.000/uL).
v Intervensi
:
a. Anjurkan
pada klien untuk banyak istirahat tirah baring (bedrest). Rasional : Aktifitas pasien yang
tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.
b. Berikan
penjelasan kepada klien dan keluarga tentang bahaya yang dapat timbul akibat
dari adanya perdarahan, dan anjurkan untuk segera melaporkan jika ada tanda
perdarahan seperti di gusi, hidung(epistaksis), berak darah (melena), atau
muntah darah (hematemesis). Rasional
: Keterlibatan pasien dan keluarga dapat membantu untuk penaganan dini bila
terjadi perdarahan.
c. Antisipasi
adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak, pelihara kebersihan mulut,
berikan tekanan 5-10 menit setiap selesai ambil darah dan Observasi tanda-tanda
perdarahan serta tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan). Rasional : Mencegah terjadinya
perdarahan lebih lanjut.
d. Kolaborasi
dalam pemeriksaan laboratorium secara berkala (darah lengkap). Rasional : Dengan trombosit yang
dipantau setiap hari, dapat diketahui tingkat kebocoran pembuluh darah dan
kemungkinan perdarahan yang dialami pasien.
e. Monitor
tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda klinis. Rasional : Penurunan trombosit
merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh darah yang pada tahap tertentu dapat
menimbulkan tanda-tanda klinis seperti epistaksis, ptike.
f. Monitor
trombosit setiap hari.
g. Kolaborasi
dalam pemberian transfusi (trombosit concentrate).
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
I.
Konsep Medis dari
Dengue Syok
Sindrom (DSS) adalah kasus deman berdarah dengue disertai dengan manifestasi
kegagalan sirkulasi/ syok/ renjatan. Dengue Shok Syndrome (DSS) adalah sindroma
syok yang terjadi pada penderita Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam
Berdarah Dengue (DBD). Etiologinya yaitu Virus dengue,Vektor,
dan Host. Virus dengue yang telah masuk
ketubuh penderita akan menimbulkan virtemia, menyebabkan pengaktifan complement
sehingga terjadi komplek imun Antibodi – virus pengaktifan tersebut akan
membetuk dan melepaskan zat (C3a, C5a, bradikinin, serotinin, trombin,
Histamin), yang akan merangsang PGE2 di Hipotalamus sehingga terjadi termo regulasi
instabil yaitu hipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air
sehingga terjadi hipovolemi. Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata
5-8 hari. Virus hanya dapat hidup dalam sel yang hidup, sehingga harus bersaing
dengan sel manusia terutama dalam kebutuhan protein.
Demam terjadi secara mendadak
berlangsung selama 2 – 7 hari kemudian turun menuju suhu normal atau lebih
rendah. Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya
terjadi pada kulit dan dapat berupa uji tocniguet yang positif mudah terjadi
perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura. Perdarahan ringan
hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan
haematemesis. Perdarahan
gastrointestinal biasanya di dahului dengan nyeri perut yang hebat. Pada
permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang kurang
gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati
teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada
penderita. Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya
penderita, dimulai dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab,
dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar
mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukan prognosis
yang buruk.
Menurut derajat ringannya penyakit,
Dengue Haemoragic Fever (DHF) dibagi menjadi 4 tingkat, yaitu Derajat I,
Derajat II, Derajat III, Derajat IV. WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat
penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu Derajat
I, Derajat II, Derajat III, Derajat IV. Pemeriksaan penunjang dari Dengue Syok
Sindrom, yaitu Pemeriksaan laboratorium, Foto Rontgen, dan USG. Penatalaksanaan yang terpenting adalah
pengelolaan cairan diantaranya adalah : Resusitasi
volume pada DSS à Pilihan cairan colume intra
verkuler dan kemampuan menyumpal vaskuler. Cepat mempertahankan volume
vaskuler, bertahan lama didalam intra vaskuler sehingga cepat mengatasi syok.
II.
Konsep Keperawatan
:
Adapun
diagnosa keperawatan pada pasien Dengue Syok Sindrom, yaitu :
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus
dengue (viremia).
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler.
3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan intake inadekuat.
4. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan
permeabilitas membran meningkat.
5. Resiko cedera (perdarahan) berhubungan dengan
trombisitopenia.
4.2 Saran
Dengue Shok
Syndrome bukan saja merupakan suatu permasalahan kesehatan masyarakat yang
menyebar dengan luas dan tiba-tiba, tetapi juga merupakan permasalahan klinis.
Karena 30 – 50 % penderita demam berdarah dengue akan mengalami renjatan dan
berakhir dengan suatu kematian terutama bila tidak ditangani secara dini dan
adekuat. Bila pasien sudah masuh dalam tahap DSS (Dengue Syok
Syndrom) yaitu pada grade 3 atau 4 maka penatalaksanaan yang terpentingadalah
pengelolaan cairan diantaranya adalah : Resusitasi
volume pada DSS à Pilihan cairan colume intra verkuler dan kemampuan
menyumpal vaskuler. Cepat mempertahankan volume vaskuler, bertahan lama didalam
intra vaskuler sehingga cepat mengatasi syok.
Cara pencegahan DBD, yaitu bersihkan
tempat menyimpan air (bak mandi, wc), tutuplah rapat-rapat tempat penampungan
air, kubur atatu buanglah pada tempatnya barang-barang bekas (kaleng, botol
bekas), tutuplah lubang-lubang, pagar pada pagar gambu dengan tanah, lipatlah
pakaian atau kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk tidak hinggap di
situ, dan untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin untuk membunuh
jintik-jintik nyamuk (ulangi hal ini setiap 2 sampai 3 bulan sekali.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar