Rabu, 18 April 2012

Brugia malayi (Filaria malayi)


TUGAS INDIVIDU
 
Mikrobiologi dan Parasitologi

Brugia malayi  (Filaria malayi)

Disusun Oleh :
HALVIZAH  H
0101040076
Dosen Pengampuh :  Drs. Agustinus Renyoet, M.Si









PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2012

Brugia malayi (Filaria malayi)

·         Hospes definitif                        : Manusia, anjing, kucing,  kera, lutung
·         Hospes perantara/vektor         : Nyamuk (Anophels,   Aedes, Mansonia)
·         Habitat                                    :  - Cacing dewasa: Saluran dan kelenjar limfe
-     Mikrofilaria : Darah dan limfe
·         Penyakit                                   : Brugiasis malayi, filariasis malayi, kaki gajah tipe malayi
·         Distribusi geografik                 : Asia (Asia Tenggara, India sampai ke Jepang
Di Indonesia : Sumatera sampai Seram

Pengertian
Brugia malayi adalah nematoda (cacing gelang), salah satu dari tiga agen penyebab filariasis limfatik pada manusia. Filariasis limfatik, juga dikenal sebagai kaki gajah , adalah kondisi yang ditandai oleh pembengkakan pada tungkai bawah. Dua penyebab filaria lain dari filariasis limfatik adalah Wuchereria bancrofti dan Brugia timori , yang berbeda dari B. Malayi morfologis, gejalanya, dan dalam batas geografis.

Penyebaran brugiasis
Cacing dewasa hidup di dalam saluran dan pembuluh limfe, sedangkan mikrofilaria dijumpai didalam darah tepi hospes definitif. Bentuk cacing dewasa mirip bentuknya dengan W. bancrofti, sehingga sulit dibedakan. Panjang cacing betina Brugia malayi dapat mencapai 55 mm, dan cacing jantan 23 cm. Brugia timori betina panjang badannya sekitar 39 mm dan yang jantan panjangnya dapat mencapai 23 mm.
Mikrofilaria Brugia mempunyai mempunyai selubung, panjangnya dapat mencapai 260 mikron pada B.malayi dan 310 mikron pada B.timori. Ciri khas mikrofilaria B. malayi adalah bentuk ekornya yangn mengecil, dan mempunyai dua inti terminal, sehingga mudah dibedakan dari mikrofilaria W. bancrofti.
Brugia ada yang zoonotik, tetapi ada yang hanya hidup pada manusia. pada Brugia malayi bermacam-macam, ada yang nocturnal periodic, nocturnal subperiodic, atau non periodic. Brugia timori bersifat periodik nokturna.
Nyamuk yang dapat menjadi vektor penularannya adalah Anopheles (vektor brugiasis non zoonotik) atau mansonia (vektor brugiasis zoonotik).

Vektor dan Epidemiologi
Brugia timori merupakan spesies baru yang ditemukan di Indonesia sejak 1965, yang ditularkan oleh vektor yaitu Anopheles barbirostris yang berkembang biak di daerah sawah, baik di dekat pantai maupun di daerah pedalaman. Brugia timori hanya terdapat di Indonesia Timur di Pulau Timor, Flores, Rote, Alor dan beberapa pulau kecil di Nusa Tenggara Timur. ( sumber : http://doctorology.net/?p=92 )

Siklus kehidupan Brugia malayi (Filaria malayi)




Gambar siklus kehidupan Brugia malayi (Filaria malayi)  ( Sumber : http://doctorology.net/?p=92 )
Patofisiologi
Brugia timori / malayi ditularkan oleh An. barbirostris.  Didalam tubuh nyamuk betina, mikrofilaria yang terisap waktu menghisap darah akan melakukan penetrasi pada dinding lambung dan berkembang dalam otot thorax hingga menjadi larva filariform infektif, kemudian berpindah ke proboscis. Saat nyamuk menghisap darah, larva filariform infektif akan ikut terbawa dan masuk melalui lubang bekas tusukan nyamuk di kulit. Larva infektif tersebut akan bergerak mengikuti saluran limfa dimana kemudian akan mengalami perubahan bentuk sebanyak dua kali sebelum menjadi cacing dewasa. ( Sumber : http://doctorology.net/?p=92 )
    

Gambar 1                                                           Gambar 2





Gejala Klinis
Stadium akut ditandai dengan serangan demam dan gejala peradangan saluran dan kelenjar limfe, yang hilang timbul berulang kali. Limfadenitis biasanya mengenai kelenjar limfe inguinal di satu sisi dan peradangan ini sering timbul setelah penderita bekerja berat di ladang atau di sawah. Limfadenitis biasanya berlangsung 2-5 hari dan dapat sembuh dengan sendirinya. Kadang perandangan limfe ini dapat menjalar ke bawah, mengenai saluran limfe dan menimbulkan limfangitis retrograd, yang bersifat khas pada filariasis. Peradangan pada saluran limfe ini dapat terlihat sebagai garis merah yang menjalar ke bawah dan peradangan ini dapat pula menjalar ke jaringan sekitarnya, menimbulkan infiltrasi pada seluruh paha atas. Pada stadium ini tungkai bawah biasanya ikut membengkak dan menimbulkan gejala limfedema. Limfadenitis biasanya berkembang menjadi bisul, pecah menjadi ulkus. Ulkus pada pangkal paha ini bila sembuh meninggalkan bekas sebagai jaringan parut. Dan tanda ini merupakan salah satu gejala obyektif filariasis limfatik. Limfadenitis dengan gejala komplikasinya dapat berlangsung beberapa minggu sampai tiga bulan lamanya.
Pada filariasis brugia, sistem limfe alat kelamin tidak pernah terkena, lambat laun pembengkakan tungkai tidak menghilang pada saat gejala peradangan sudah sembuh, akhirnya timbullah elefantiasis. Kecuali kelenjar limfe inguinal, kelenjar limfe lain di bagian medial tungkai, di ketiak dan di bagian medial lengan juga sering terkena. Pada filariasis brugia, elefantiasis hanaya mengenai tungkai bawah, di bawah lutut, atau kadang-kadang lengan bawah di bawah siku. Alat kelamin dan payudara tidak pernah terkena, kecuali di daerah filariasis brugia yang bersamaan dengan filariasis bankrofti. Kiluria bukan merupakan gejala klinis filariasis brugia. ( SUMBER : http://doctorology.net/?p=92 )


Pengobatan brugiasis
Hingga sekarang DEC masih merupakan obat pilihan. Dosis yang dipakai di beberapa negara Asia berbeda-beda. Di Indonesia dosis yang dianjurkan adalah 5 mg/kg berat badan/hari selama 10 hari. Efek samping DEC pada pengobatan filariasis brugia jauh lebih berat, bila dibandingkan dengan yang terdapat pada pengobatan filariasis bankrofti. Untuk pengobatan masal pemberian dosis standard dan dosis tunggal tidak dianjurkan. Yang dianjurkan adalah pemberian dosis rendah jangka panjang (100 mg/minggu selama 40 minggu) atau garam DEC 0,2 – 0,4 % selama 9 – 12 bulan. Pengobatan dengan iver mektin sama dengan pada filariasis bankrofti. Untuk mendapatkan hasil penyembuhan yang sempurna, pengobatan ini perlu diulang beberapa kali. Stadium mikrofilaremia, gejala peradangan dan limfedema dapat disembuhkan dengan pengobatan DEC. Kadang elefantiasis dini dan beberapa kasus elefantiasis lanjut dapat diobati dengan DEC. ( sumber : http://doctorology.net/?p=92 )

Pencegahan brugiasis
Tindakan pencegahan brugiasis sesuai dengan upaya pencegahan pada filariasis bancrofti, yaitu pengobatan penderita, pengobatan masal penduduk didaerah endemik, pencegahan pada pendatang dan pemberantasan vektor penular filariasis malayi.
( sumber : http://ekspresiman.blogspot.com/2012/03/brugia-malayi-dan-b-timori.html )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar